01 February 2021
Oleh : Dahlan Iskan
EROPA malu sekali –apalagi terhadap Inggris. Nasib vaksinasi di Eropa tiba-tiba tidak jelas. Pun kapan bisa dimulai. Tidak tahu.
Eropa kini justru harus mulai bertengkar. Ia menyesalkan produsen vaksin dari Inggris AstraZeneca. Yang tiba-tiba bersurat bahwa pengiriman vaksinnya tertunda.
Eropa kelihatan marah sekali pada AstraZeneca. Tapi kemarahan itu justru hanya membuka kelemahan Eropa sendiri.
Ternyata bunyi kontraknya dengan AstraZeneca memang lemah. Kontrak itu tidak menyebut rincian tanggal pengiriman. Kontrak itu hanya menyebut \'best effort\' sebagai tanggal pengiriman tercepat.
\'Best effort\' kelihatannya memang meyakinkan. Tapi secara hukum kata itu hampir tidak ada artinya.
Bisa saja AstraZeneca mengatakan sudah berusaha maksimal memenuhi kontrak itu. Tapi kalau nyatanya tidak bisa memenuhi, AstraZeneca tidak bisa dituntut. Yang penting ia bisa membuktikan sudah berusaha keras yang terbaik –best effort.
Aneh juga, Uni Eropa yang begitu modern bisa membuat kontrak seperti itu. Mungkin karena situasi saat itu memang sedang panik. Covid-19 menggila di Eropa. Obatnya belum ada. Pun vaksinnya. Belum ditemukan.
Saat itu AstraZeneca baru memberi harapan: akan bisa menemukan vaksin Covid-19. Eropa sendiri belum yakin apakah vaksin itu bakal benar-benar ditemukan. Karena itu Eropa hanya tanda tangan kontrak. Tapi tidak segera mengirim uang yang dibutuhkan untuk pengembangan kapasitas produksi.
Eropa ngotot sudah mengirimkan uang itu. Sampai lebih dari 400 juta Euro. Tapi pihak AstraZeneca mengatakan uang itu datangnya telat sekali. Tiga bulan setelah uang dari pemerintah Inggris tiba.
Inggris kini memang bisa tepuk dada. Keputusannya keluar dari Uni Eropa ternyata tepat. Setidaknya dalam pandemi ini. Inggris bisa membuat keputusan sendiri tanpa persetujuan Eropa. Inggrislah yang pertama mengeluarkan persetujuan penggunaan vaksin Pfizer dari Amerika. Itu tanggal 1 Desember 2020. Bahkan jauh sebelum Amerika sendiri menyetujuinya.
Inggris juga negara pertama yang melakukan vaksinasi Covid-19. Yang kemudian jadi berita dunia itu. Yang dilakukan terhadap wanita berumur 91 tahun itu.
Sampai kemarin sudah 8 juta penduduk Inggris yang di vaksinasi Yakni mereka yang umurnya di atas 70 tahun –umur paling dominan di sana yang rawan meninggal dunia.
Inggris juga jadi pelopor yang lain. Inilah dia: jarak suntikan vaksin pertama dan kedua dibuat 12 minggu. Atau tiga bulan. Bukan tiga minggu seperti yang dilakukan di mana-mana.
Dasar pemikirannya jelas: dengan menjarangkan suntikan kedua akan semakin banyak orang yang segera menjalani vaksinasi suntikan pertama. Menurut Inggris suntikan pertama itu sudah bisa memunculkan imunitas. Meski angkanya rendah. Tapi angka itu cukup untuk mempertahankan diri dari Covid selama 3 bulan.