JAKARTA — Tokoh NU, Nadirsyah Hosen menjawab argumen yang dilontarkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, M Cholil Nafis terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang menurutnya harus ditinjau kembali atau dicabut.
“Klo pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan ini tak lagi mencerminkan pendidikan. Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yg baik dr perintah agama krn utk pembiasaan pelajar. Jd SKB 3 Menteri itu ditinjau kembali atau dicabut,” demikian cuitan Cholil Nafis di Twitter yang kemudian disambut argumen lain oleh Nadirsyah Hosen.
Gus Nadir, sapaan karib Nadirsyah Hosen menyebut, justru lebih bagus kalau ternyata penggunaan seragam dengan kekhususan agama tidak diwajibkan oleh sekolah negeri tapi para siswi malah dengan sadar memilih memakai jilbab. Berarti guru agamanya mampu menjelaskan dengan baik. Disitulah nilai sebuah pendidikan, yakni menumbuhkan pemahaman dan kesadaran.
“SKB 3 menteri itu justru membuka wawasan tentang pengajaran agama yang bukan dogmatis, tapi dialogis; tuntunan, bukan tuntutan. Hasilnya akan lebih dahsyat: kesadaran beragama, bukan hasil paksaan yang akan menimbulkan resistensi di kemudian hari, tapi hasil pemahaman yang mencerahkan,” tutur Gus Nadir di laman Twitternya, Jumat (5/2/2021).
Mestinya, lanjut Gus Nadir, bagi yang tidak sependapat dengan SKB 3 Menteri maka lihatlah sebagai kesempatan dakwah untuk memberi pemahaman dan kesadaran yang lebih dalam bagi para siswi.
Agar jilbab tidak cuma dipakai di sekolah saja. Agar orang tua dan ustaz tidak cuma mengandalkan tangan-tangan kekuasaan negara dalam menjalankan yang mereka yakini sebagai kewajiban agama.
“Para pelajar itu adalah jiwa yang tengah berkembang. Mereka bukan benda mati yang dipaksa-paksa. Ini tahun 2021, bukan abad pertengahan yang dogmatis. Kalau ortu ingin anaknya “diwajibkan” pakai jilbab ya jangan masukkan ke sekolah negeri. Masukkan ke madrasah saja. Gitu aja kok repot,” celotehnya lagi.
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand itu menilai SKB 3 Menteri sudah sangat baik karena tidak melarang dan tidak mewajibkan pakai jilbab.
Ia memprediksi, jumlah yang pakai jilbab akan tetap banyak. Karena biasanya yang sudah pakai, tidak enak melepasnya lagi. Yang mau melepas, umumnya tidak enak karena kawan-kawannya tetap pakai. Yang terpenting sekolah tidak memaksa.
“Pointnya adalah jangan-jangan yang dipersoalkan sebagian pihak itu bukan SKB-nya, tapi pemerintahannya hehheheh. Pokoknya mereka sih gak setuju aja sama kebijakan pemerintah. Eh, gimana? Gimana?” serunya.
“Jadi, buat ortu yang bilang Jilbab itu wajib, silakan saja me-jilbab-kan anak anda. Sekolah negeri gak boleh melarang. Dan ortu yang gak mau anaknya pakai jilbab, gak usah takut bakal dipaksa. Jadi SKB 3 Menteri tidak mengurangi hak anda sebagai ortu. Terus apa masalahnya?” kunci Gue Nadir.
Surat keputusan bersama (SKB) Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas mewajibkan pemerintah daerah serta kepala sekolah mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang penggunaan seragam dengan kekhususan agama telah resmi diterbitkan.
Kedepan, Pemerintah daerah atau sekolah tidak boleh lagi mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Jadi karena atribut ini adalah di masing-masing individu guru dan murid tentunya dengan izin orang tuanya.
Karena ada peraturan bahwa itu hak individu. Berarti konsekuensinya adalah pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan-aturan yang mewajibkan ataupun melarang atribut tersebut paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan. (endra/fajar)
Sumber: www.fajar.co.id