JAKARTA– Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun pidana penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Pinangki terbukti menerima suap untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
“Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketikga subsider,” kata Ketua Majelis Hakim, IG Eko Purwanto membacakan amar putusan di PN Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/2). Pinangki juga divonis hukuman denda senilai Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama enam bulan,” ujar Hakim Eko.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, Pinangki sebagai aparat penegak hukum membantu Djoko Tjandra menghindari pelaksanaan putusan PK dalam perkara cessie Bank Bali yang saat itu belum dijalani.
“Terdakwa menyangkal dan menutup-nutupi keterlibatan pihak lain yang terlibat dalam perkara aquo. Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang terbebas dari korupsi kolusi dan nepotisme,” tegas Hakim Eko.
Selain itu, Pinangki juga berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya saat menjalani proses persidangan. Bahkan, Pinangki dinilai telah menikmati hasil tindak pidana yang dilakukannya.
Hal yang meringankan, Pinangki dinilai bersikap sopan dan merupakan tulang punggung keluarga. Serta mempunyai tanggungan seorang anak yang masih kecil berusia empat tahun.
“Terdakwa belum pernah dihukum,” ungkap Hakim Eko.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntut empat tahun pidana penjara dengan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Pinangki Sirna Malasari terbukti menerima uang senilai USD 500 ribu dari yang dijanjikan sebesar USD 1 juta oleh Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Uang tersebut diyakini diterima Pinangki melalui mantan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya.
Pinangki juga diyakini melakukan pencucian uang. Dia membelanjakan uang hasil suap itu untuk membeli satu unit mobil BMW X5 seharga Rp 1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat senilai Rp 412.705.554 dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat sejumlah Rp 419.430.000.
Pinangki juga dinilai telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa meyakini, mereka menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
Pinangki terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.(jpg/fajar)