Hanya di \'kamar No. 3\' itu –yang untuk darah putih itu– yang sudah terisi antigen. Kamar yang untuk darah merah tidak diberi apa-apa. Pengisian antigen di kamar No. 3 itu dilakukan di pabrik obat –saat bag plastik tersebut dibuat.
Maka ketika darah putih Anda masuk ke kamar nomor 3 itu, akan langsung tercampur dengan antigen.
Lalu dibiarkan di situ satu minggu. Selama 7 hari itu terjadi proses \'pendidikan\' terhadap cell darah putih kita. Yakni bagaimana caranya agar cell kita memiliki anti virus Covid-19.
Dalam satu minggu itu cell darah putih kita sudah memiliki imunitas terhadap Covid-19. Lalu di hari ke-7 \'cell yang sudah terdidik\' itu disedot oleh alat suntik. Untuk disuntikkan kembali ke tubuh kita. Lewat lengan atas. Tidak perlu dalam. Cukup sampai ke bagian lemak. Tidak harus sampai otot seperti vaksin yang ada sekarang.
Semua peralatan tadi (alat pengambil darah, bag-plastik-tiga-kamar dan alat penyuntik) ditempatkan dalam satu kotak sebesar kotak tisu. Atau sebesar kotak sepatu.
Di kotak itu dilengkapi barcode. Agar kotak Anda tidak tertukar dengan kotak orang lain.
Anda bisa menyimpan kotak berisi cell itu di tempat Anda menjalani proses vaksinasi. Misalnya di poliklinik. Atau di Puskesmas. Atau di lab seperti Prodia.
Bisa juga, kotak itu Anda bawa pulang. Untuk didoain selama 7 hari 7 malam. Atau he he diberi asap dupa –asal jangan dimasukkan ke dalamnya.
Kotak itu dimasukkan kulkas juga boleh, tapi tidak harus. Asal jangan dijemur atau direbus. Apalagi digoreng –karena hanya saham yang boleh digoreng.
Ketika darah-putih-terdidik tadi masuk kembali ke tubuh kita, maka otomatis tubuh kita sudah memiliki anti virus Covid-19. Tidak perlu menunggu 2 atau 3 minggu. Tentu pada hari-hari berikutnya jumlah anti virus kita akan naik. Itu karena cell-terdidik kita tadi juga menjadi pendidik cell-cell kita yang lain.
Tentu saya harus bertemu Prof Dr dr Taruna Ikrar, salah seorang ahli dari tim Vaksin Nusantara ini. Prof Ikrar adalah dosen di California University Irvine. Yang kampusnya tidak jauh dari Los Angeles. (Sedang yang di pertengahan San Francisco –Sacramento itu California University Davis. Universitas ini memang punya beberapa kampus di beberapa tempat).
Tentu saya juga ingin bertemu Prof Zubairi Djoerban, ketua Dewan Pertimbangan PB IDI. Juga Prof Dr Ahmad Rusdan Handoyo, ahli biologi molekuler dari Universitas Indonesia itu. Dua orang inilah pengkritik paling andal Vaksin Nusantara.
Sedang saya sendiri adalah orang awam di bidang ini. Sewaktu terkena Covid-19 bulan lalu, saya juga menerima transfusi konvalesen. Yakni plasma darah dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh.
Tapi itu dari darah orang lain.
Sedang yang Vaksin Nusantara ini dari darah kita sendiri. Mirip seperti ketika saya stem cell.
Pengalaman saya berkali-kali menjalani stem cell dan dua kali menerima konvalensen memudahkan saya memahami cara kerja Vaksin Nusantara ini.