JAKARTA - Ketua umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Nasional Rizki Safari Rakhmat menyambut baik permintaan Presiden Joko Widodo yang meminta rakyat aktif mengkritik pemerintah. Pernyataan tersebut menjadi momentum tepat untuk para guru honorer menyuarakan suaranya terkait rekrutmen PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). \"Ada banyak kritikan serta keluhan guru honorer terkait rekrutmen PPPK ini. Semoga ditindaklanjuti pemerintah,\" kata Rizki kepada JPNN.com, Sabtu (20/2).
Dia mengungkapkan, ada berbagai pandangan guru honorer terkait kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim dalam rekrutmen satu juta guru PPPK pada laman media sosial Instagram Kemendikbud. Hal ini mereka ungkapkan karena Nadiem belum memutuskan pertimbangan rekrutmen PPPK dengan masa pengabdian, sertifikasi guru. Nadiem juga terkesan tidak memaksimalkan kuota satu juta guru PPPK. Ini, kata Rizki, dilihat dari pernyataannya bahwa pemerintah hanya akan mengangkat guru honorer apabila lolos tes PPPK. Misalnya yang lulus kuota seleksi cuma 100 ribu, maka 100 ribu saja yang diangkat PPPK.
\"Kami kecewa dengan pernyataan yang disampaikan Mas Menteri. Tidak ada bentuk penghargaan atau upaya pemenuhan kebutuhan mengangkat sesuai kuota 1 juta guru PPPK, hanya berpatokan pada proyek rekrutmen PPPK guru sebanyak 3 kali kesempatan,\" tuturnya. \"Kami merasa Mas Menteri memang tidak memihak kepada guru honorer yang selama ini bertahun-tahun mengisi kekosongan guru PNS, mengabdi, memberikan prestasi di sekolahnya, dan mengikuti proses sertifikasi guru dalam jabatan yang begitu ketat rekrutmennya,\" sambungnya.
Semua guru yang akan ikut seleksi PPPK, kata Rizki, dimulai dari nol tanpa melihat track record-nya. Yang lulus tes dianggap layak jadi PPPK. Dia mengakui begitu berat dan sulitnya menjadi guru aparatur sipil negara (ASN) di Indonesia. Apalagi penerimaan guru sebagai ASN tidak konsisten tiap tahun.
\"Kami berharap tidak ada kompromi lagi. Urusan pendidikan harus diurus dan dipimpin para praktisi pendidikan yang ahli dan profesional di bidang pendidikan,\" tegasnya. Rizki mengungkapkan, ini agar Mendikbud merasakan atau memiliki pengalaman sebagai guru. Dengan begitu bisa mengetahui betapa beratnya menjadi guru honorer karena selalu mendapatkan berbagai perlakuan diskriminatif. Belum lagi lemahnya bentuk perlindungan terhadap guru honorer. (esy/jpnn)