JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri membeberkan bahwa saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah (NA), barang buktinya berupa uang sebanyak Rp2 miliar. Uang tersebut diserahkan kontraktor berinisial AS melalui perantara ER yang merupakan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Sulsel yang merupakan orang kepercayaan NA.
Dalam keterangannya, Ketua KPK, Firli Bahuri menjelaskan bahwa saat OTT, NA melalui perantara ER diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari AS untuk proyek yang ingin dikerjakan AS di Kabupaten Sinjai menggunakan dana APBD Sulsel 2021.
“Kegiatan tangkap tangan dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah dan gratifikasi oleh penyelenggaran negara terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan,” ungkap Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (28/2) dini hari.
Disebutkan pula bahwa, sebelum pemberian duit Rp2 miliar itu, NA sebelumnya sudah sering ‘bekerja sama’ dengan AS. Itu terkait dengan sejumlah kegiatan infrastuktur di Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Nurdin bakal mendekan selama 20 hari di Rutan KPK, dari 27 Februari sampai 18 Maret 2021 (penahanan tahap pertama).
“NA (Nurdin Abdullah) ditahan di Rutan Cabang KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari pertama,” ujar Firli Bahuri.
KPK diketahui menetapkan dua tersangka lainnya yakni ER yang merupakan Sekretaris Dinas PUPR Sulsel, dan seorang kontraktor berinisial AS.
Firli mengatakan ER ditahan di Rutan Cabang KPK pada Kavling C1 dan AS ditahan di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih.
“Terkait pandemi Covid-19, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK Kavling C1,” jelas Firli.
Nurdin Abdullah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu AS sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(fat/pojoksatu)
Sumber: www.pojoksatu.id