JAKARTA - Desakan agar guru honorer K2 mendapatkan perlakuan khusus dalam rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) terus disuarakan. Kali ini dari Ketua Forum Honorer K2 Kabupaten Blitar Sri Hariyati. Menurut guru yang sudah mengabdi selama lebih 20 tahun itu, kebijakan afirmasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem berupa tambahan poin bagi guru honorer usia 40 tahun ke atas dengan masa kerja minimal tiga tahun, mencederai asas keadilan.
\"Masa yang baru mengabdi tiga tahun sudah diberikan tambahan poin,\" kritik Sri Hariyati kepada JPNN.com, Kamis (11/3). Alangkah bijaknya kata Sri, bila Mendikbud menghargai masa pengabdian guru honorer K2 yang lahir dari peraturan perundang-undangan. Tambahan poin harus lebih besar daripada yang masa kerjanya di bawah 10 tahun. Rata-rata, lanjut Sri, guru-guru honorer K2 masa pengabdiannya minimal 16 tahun.
Setidaknya itu dihargai dengan memberikan tambahan poin dua kali lipat dari standar 75 poin yang ditetapkan Kemendikbud. Sedangkan guru honorer K2 yang memiliki sertifikat pendidik (Serdik), Sri meminta diberikan poin ganda. Baik dari Serdik (poin penuh) dan masa pengabdian.
\"Saya tersertifikasi dari 2009 mestinya dapat dua penghargaan juga,\" cetus ketua Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Blitar ini. Kalau tambahan poin hanya dari Serdik atau masa pengabdian, menurut Sri sangat merugikan honorer K2. Sebab, tidak sedikit guru honorer K2 yang lulus sertifikasi dengan susah payah. (esy/jpnn)
Sumber: www.jpnn.com