Mental Champion Hamilton

Rabu 21-04-2021,00:00 WIB

Wednesday, 21 Apr 2021

Sebagai penggemar Formula 1, saya benar-benar bahagia dengan dua lomba pertama musim 2021. Sejauh ini berlangsung sesuai dugaan dan harapan, terjadi persaingan supersengit di depan sampai belakang. Entah berapa lama sudah saya tidak bisa bilang begini: Formula 1 lebih seru dari MotoGP.

Grand Prix Emilia Romagna di Imola Minggu lalu (18 April) tidak perlu saya tulis lengkapnya. Full action dari awal sampai akhir. Lebih full action dari lomba pembuka dari Bahrain, yang sebenarnya juga berlangsung mendebarkan sampai akhir.

Dari segala keseruan GP Imola itu, sebagai penggemar berat sisi manusia dari F1, ada satu poin yang mungkin bisa relevan untuk semua manusia. Penggemar F1 maupun bukan. Yaitu tentang mental champion sejati seorang Lewis Hamilton. Tentang bagaimana itu terlihat dari satu lomba yang penuh tantangan bagi pembalap andalan Mercedes tersebut.

Hamilton tidak juara di Imola. Ia harus melewati berbagai tantangan dan cobaan untuk finis di urutan kedua. Ia harus menunjukkan kelas aslinya sebagai seorang juara dunia tujuh kali. Plus, lomba itu juga menunjukkan kalau Hamilton memiliki \"faktor x\" seorang juara, yaitu \"champions luck.\"

Penggemar F1 mungkin sudah lupa kalau Hamilton itu salah satu yang terbaik dalam sejarah. Mungkin sudah terlalu bosan melihat ia jadi juara dunia enam kali dalam tujuh tahun terakhir. Mungkin sudah terlalu terbiasa melihat ia menang mudah, memimpin dari start sampai finis.

Dominasi Mercedes mungkin sedikit mengaburkan betapa hebat seorang Hamilton yang sebenarnya.

Tahun ini, dengan munculnya Red Bull-Honda sebagai unggulan (tipis), Hamilton harus lebih kerja keras untuk meraih hasil maksimal. Harus mengerahkan segala ilmunya untuk terus berada di puncak.

Di Imola, itu yang kelihatan.

Di atas kertas, Hamilton seharusnya tidak meraih pole position. Tapi ia tetap mampu memaksimalkan segala kemampuan, sehingga mampu merebutnya dengan selisih waktu hanya 0,1 detik dari para pembalap Red Bull. Ini bukan pertanda Mercedes lebih cepat. Ini menunjukkan pasangan Red Bull yang gagal memaksimalkan kendaraan.

Start dari posisi terdepan, di atas aspal basah, Hamilton kalah cepat dari Max Verstappen (Red Bull) yang start di urutan tiga. Di tikungan Tamburello (tempat Ayrton Senna tewas 1994), ia mencoba melawan tapi malah mengalami kerusakan minor pada sayap depan. Sudah lama Hamilton tidak di-pressure seperti itu di awal lomba.

Setelah itu, Hamilton harus kerja keras supaya tidak ditinggal oleh Verstappen. Setelah ronde pit stop pertama, posisi tidak berubah, dan keduanya harus bekerja ekstra untuk menyalipi pembalap-pembalap lain yang lebih lamban.

Hamilton tampaknya terlalu nafsu pada putaran 31 (dari total 64). Dengan ban kering yang masih baru dan \"dingin,\" ia mencoba menyalip George Russell (Williams-Mercedes) dengan mengambil sisi lintasan yang basah. Alhasil mobilnya tergelincir. Untung ia hanya \"mencium\" pagar pengaman, kerusakannya hanya pada sayap depan. Mobilnya tidak mati, dan ia bisa memilih gir mundur dan kembali ke lintasan. Tidak ada penalti, karena ia dianggap melakukan itu dengan aman.

Kemudian, hadirlah \"champions luck.\"

Karena harus ganti hidung, seharusnya Hamilton sudah kesulitan finis di lima besar. Apalagi naik podium. Eh, tidak lama kemudian, pada putaran 34, terjadi kecelakaan besar antara rekan setimnya, Valtteri Bottas, dengan Russell. Lomba harus dihentikan sementara. Semua mobil harus masuk jalur pit. Menunggu jadwal restart setelah sirkuit dibersihkan.

Tags :
Kategori :

Terkait