JAKARTA – Pengamat polirik Jamiluddin Ritonga menduga, apa yang dialami Ganjar Pranowo saat ini tidak lepas dari peristiwa di 2014 lalu.
Saat itu, Megawati Soekarnoputri kalah jauh bersaing dengan Joko Widodo (Jokowi) dalam hal popularitas dan elektabilitas.
“PDIP belajar pada kasus Megawati yang akan nyapres pada 2014. Mega akhirnya terpaksa menyerahkan ke Jokowi karena elektabilitasnya kalah jauh,” ujarnya kepada PojokSatu.id, Senin (25/5/2021).
Jamaluddin pun melihat ada gejala yang sama saat Puan Maharani berhadapan dengan Ganjar Pranowo seperti yang terjadi saat ini.
“Gejala yang sama juga bisa terjadi bila Ganjar tidak dibendung jauh-jauh hari. Elektabilitas Puan akan tercecer jauh dengan Ganjar,” ucapnya.
Dipastikan, Puan pun akan mengalami nasib yang sama dengan Ketua Umum PDIP itu pada 2014 lalu. “Kalau ini terjadi, Puan akan mengalami nasib yang sama dengan ibunya,” kata dia.
Dosen Universitas Esa Unggul itu menilai, Megawati tidak mau kasus 2014 tersebut kembali terulang kepada putrinya.
“Mega tentu tidak ingin kasus yang sama terjadi pada anak tercintanya,” tuturnya.
“Segala cara akan dilakukan untuk membendung Ganjar, termasuk dengan tidak mengundangnya pada acara di Semarang,” pungkasnya.
Alienisasi Ganjar Pranowo Sebelumnya, pengamat politik Ujang Komarudin menilai PDIP sedang berupaya mengasingkan Ganjar Pranowo.
Pasalnya, elektabilitas Ganjar sebagai kandidat capres 2024 mendatang lumayan menjanjikan.
Hal tersebut dikhawatirkan akan menyanyingi Puan Maharani yang disebut-sebut tengah disiapkan untuk bertarung di Pilpres 2024.
“Ganjar akan jadi saingan Puan terkait pencapresan di 2024. Ganjar elektabilitasnya lumayan, sedangkan Puan belum kelihatan. Makanya Ganjar dikunci dan diasingkan,” ujar Ujang dihubungi PojokSatu.id, Senin (24/5/2021).
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menilai, cara yang ditempuh PDIP itu sejatinya juga bukan hal aneh dalam politik.
“Dan dalam politik itu tak aneh,” singkat Ujang.