“Dih…sedari dulu lo emang udah burik tau!” ujar Keken, “lo itu kalah cantik sama gue,” ujar Keken sambil mengibas rambutnya.
“enak aja lo!” sewot Kirana tak terima, “Lo tu yang kalah cantik sama gue!” ujarnya lagi.
“Pokoknya gue lebih cantik,” ucap Keken berlari meninggalkan Kirana.
“Keken, gue jauh lebih cantik ya dibanding lo!” teriak Kirana sambil mengejar Kirana yang berlari.
“eh gue lebih tua ya dibanding lo! Entang banget tuh manggi gue Keken,” ucap Keken masih terus berlari.
“seandainya lo tahu siapa yang lebih tua sebenarnya dari kita,” ujar Kirana sambil menatap Keken miris.
“emang umur lo berapa?” Tanya Keken penasaran.
“Kepooo,” teriak Kirana di telinga Keken lalu berlari meninggalkan Keken begitu saja.
“Kiranaaaa!!!” teriak Keken tidak terima mengejar Kirana.
Keken tidak tahu bagaimana ia harus mendefinisikan apa yang ia rasakan saat ini, berlarian mengejar satu sama lain, melontarkan lelucon dan candaan yang sama sekali tidak lucu namun membuat mereka tertawa leluasa, tak peduli dunia sedang apa dan tengah menjadi apa, mereka hanya tau bahwa mereka bersama untuk bersenang – senang dan bahagia. Anehnya, Keken merasa dekat, seolah tak asing bahwa hal ini pernah terjadi padanya dan pada seseorang yang kini ia tahu telah tiada.
Perasaan yang ia rasa, perasaan yang sama untuk orang yang sama, yang selalu ingin ia jumpai raganya, yang selalu ingin ia lihat matanya, yang selalu ia ingin tahu bagaimana hidupnya, bolehkan Keken berharap bahwa ia tidak bermimpi atau tengah melamun dan mengkhyal tentang apa yang ia idam – idamkan. Keken bahagia, entah untuk apa dan entah mengapa ia tak ingin ini berkahir begitu saja, Keken menyayangi dan merasa bahwa ia adalah sebagian dari keluarganya dan hatinya yang kembali setelah pergi meninggalkannya begitu saja, Keken bahagia, dan tak ingin kembali bersedih dan merasa sendiri, karena kini ia tahu bahwa tertawa dan bahagia bersama adalah cara sederhana untuk merasa bahwa kita baik – baik saja. (*)
Bersambung