Ah, bukankah seharusnya Doni sudah tahu bahwa Keken memiliki seribu satu kejutan untuk setiap orang yang mebencinya secara diam – diam atau menusuknya dari belakang, jika tidak suka pada dirinya, maka katakana langsung di hadapannya, prinsip itulah yang selalu menemani Keken. Keken mendekati Doni dan duduk di meja Doni dengan tidak sopannya.
Sanu, Mala, Tsana, dan Kirana diam mematung seolah tahu mereka tak berhak untuk ikut campur, sebab jika mereka bersuara sedikit saja mengenai Keken maka mereka juga akan menjadi korban yang sama seperti Doni.
“Kenapa Don? Ada merasa kalo gue ganggu lo?” Tanya Keken pelan sambi tersenyum manis yang mungkin dapat dikatakan seperti psikopat wanita gila.
“Ahh….hahahaha, nggak kok Ken, maksud gue tadi Kirana, biasalah, gue kan suka berantem sama Kirana, iya kan Kir?” Jawab Doni gugup dan menatap Kirana meminta bantuan seolah membenarkan pernyataannya. Kirana hanya diam dan menjulurkan lidahnya pada Doni, seolah mengatkan Doni kalah dan Kirana menang. Melihat respon Kirana, Doni menegak ludahnya kasar, mengapa dia bisa lupa tentang salah satu sifat Keken yang ini.
Keken mengambil pisau buah yang terletak di meja Doni, memutar – mutarnya seolah Keken terbiasa memainkan pisau tersebut, dan sesekali Keken tertawa pelan, benar – benar tampak seperti tokoh penjahat yang siap membunuh korbannya dengan sadis. Keken melempar pisau tersebut menuju arah mading dimana foto bersama anggota divisi humas tergantung, dan tepat sasaran pisau yang Keken lempar tepat tertancap di foto wajah Doni.
Keken mengambil pisaunya dan tersenyum picik, lalu tertawa pelan, Keken memutar kembali pisaunya, kali ini Keken tampak menargetkan wajah Doni sebagai sasarannya, dengan lihai Keken memutar pisau yang ada ditangannya dan melemparnya.
Tak
Pisau itu menancap tepat di pintu masuk ruangan Divisi humas saat Danu memasuki ruangan dan pisau tersebut sedikit mengenai telinga Danu. Keken hanya tersenyum pelan, Keken sengaja memutar arah pisau yang akan ia tancapkan, Keken masih punya hati dan ia tak akan setega itu untuk menancapkan pisau tersebut pada Doni, lagipula jika Danu tidak datang, Keken akan melemparkan pisaunya kearah yang lain, Keken menyayangi teman – temannya dan dia tidak akan menyakiti meraka.
“Ups, Sorry,” Ujar Keken dengan wajah tanpa rasa bersalah, Danu menatap Keken dengan pancaran mata tidak suka, pertama kalinya Danu dan Keken bersitatap sejak mereka menjadi teman dekat. Keken mengambil pisau yang masih tertancap di pintu dan terus memainkannya di hadapan Danu, entah mengapa Keken sangat berhasrat untuk membuat Danu marah.
“Danu, lo paling tahu tentang gue, gue benci tiga hal di dunia ini, pengkhianatan, pembohong, dan mereka yang suka berbicara tanpa berpikir,” Ucap Keken sambil terus menatap Danu, “Dan kira – kira kalo suatu saat nanti gue benci sama lo, alasan apa yang paling memungkinkan?” lanjut Keken langsung melempar pisau yang ia mainkan tepat di foto Danu. Keken tersenyum puas, objek yang ia tuju tepat sasaran.
Danu tahu bahwa Keken tengah memberinya peringatan, Danu menatap Kirana, berpikir bahwa karena Kirana lah Keken seperti ini. Danu memutuskan untuk pergi namun sebelum benar – benar pergi Danu menatap Kirana lama.
“Ya, mungkin salah satu dari itu Ken, tapi gue nggak nyesel seandainya apa yang gue tuju ada dalam genggaman gue.” Ujar Danu dan pergi begitu saja. Keken merasa terkejut dengan perkataan Danu, apa yang tidak ia ketahui, mengapa Danu tiba – tiba menjadi sosok yang obsesif terhadap tujuannya. Keken terjatuh di tempat, seolah tidak percaya bahwa yang ia lihat tadi benar – benar sosok Danu.
“Astaga, apa gue lagi nonton film action ya disini, sumpah tegang!” Komentar Tsana yang menahan nafas sedari tadi.
“Gue korbannya woi!” ujar Doni jengkel, “nyeremin Ken, kalo lo gitu ke orang, untung aja gue tahan mental ngadepin temen kek lo, udah berdiri, lesahan aja lo dilantai kek gembel!” lanjut Doni lagi.
“Wah….Keren banget, berasa bener nonton film thiller banget, tegang gue nggak bisa nafas!” imbuh Mala yang kini tertawa pelan sambil memegangi dadanya.
Sedang Kirana, Keken, dan Sanu bergulat pada pikiran mereka masing – masing, memikirkan apa yang terjadi esok hari jika saja mereka salah dalam mengambil langkah dan mempertimbangkan segalanya. Tidak ada yang mungkin, dan tidak ada satupun yang mustahil. (*)