“Cepeten Daf, lebih kuat nggak kerasa yang lo cubit!” Ujar Keken kesal, Dafa mecubit tangan Keken dengan sedikit lebih kuat yang ternyata menurut Keken itu sangat kuat.
“akh..” RIngis Keken, “Maaf, Maaf, Kekuatan ya?” Ujar Dafa meminta maaf pada keken dan segera mengelus bekas cubitannya di tangan Keken.
“Ternyata Cuma mimpi, ternyata adegan romance gue ama Dafa Cuma mimpi,” batin Keken.
Seolah tidak terima apa yang terjadi pada dirinya dan Dafa adalah mimpi, Keken berteriak frustasi. “AAAAAAAA!!!!! KENAPA CUMA MIMPI!” Teriak Keken kesal.
Dafa terkejut mendengar teriakan Keken yang tiba – tiba, “Kenapa Ken? Kenapa?” Tanya Dafa khwatir.
Keken menatap Dafa nanar, awalnya Keken hanya kesal karena apa yang ia harapkan terjadi hanya mimpi, dan lama – lama Keken merasa sedih kerena semua itu Cuma mimpi.
“Semuanya Cuma mimpi Daf, Hiks,” Adu Keken pada Dafa sambil terisak. “Cuma mimpi Daf, padahal gue ngarep kejadian Daf, tau gitu gue jangan bangun dulu harusnya Daf, bisa nggak ya gue lanjutin mimpi gue lagi, tanggung banget Daf!” Lanjut Keken lagi sambil terisak.
Dafa bingung bagaimana cara menenangkan Keken yang menangis, belum lagi Dafa tidak paham apa yang dimaksud dengan pekataan Keken yang hanya terus mengulang – ngulang kata ‘Cuma mimpi, Daf’. Dafa jadi penasaran, apa yang sebenarnya dimimpikan oleh Keken, hingga Keken menyesal tidak mengatahui kelanjutan mimpinya. Karena terlalu fokus dengan pikirannya, Dafa tidak menyadari bahwa tangisan Keken semakin keras saja, bahkan beberapa karyawan biskop mendatangi Keken dan Dafa.
“Mas, cewenya kenapa?” Tanya karyawan yang menghampiri mereka.
Dafa menatap canggung, “Eh, saya juga nggak tau, tiba – tiba aja dia nangis, maaf ya, entar lagi kita keluar kok.” Ujar Dafa tidak enak pada karyawan yang mulai berdatangan menatap mereka.
“Ini mas kasih minum dulu cewenya,” ujar Salah satu karyawan lainnya memberi sebotol air mineral pada Dafa.
“Makasih ya mbak,” Ucap Dafa. Seolah sadar, Dafa tidak nyaman di kelilingi, para karyawan yang tadinya berkumpul mulai membubarkan diri dan Keken masih saja menangis.
“Ken,” panggil Dafa, namun Keken tidak merespon dan hanya terus menangis. Dengan inisiatif dan tekad seadanya, Dafa memeluk Keken, pernah jika Dafa tak salah ia membaca sebuah artikel yang mengatkan bahwa pelukan merupan obat paling ajaib pada setiap emosi yang menghampiri manusia, pelukan itu selalu menenangkan dan menghangatkan. Dan Dafa berharap Keken berhenti menangis, tanpa disangka pelukan yang Dafa berikan pada Keken membuat Keken berhenti menangis.
“Udah dong nangisnya,” Ujar Dafa sambil mengusap rambut Keken lembut dan pelan,”nggak malu apa diliatin,” lanjut Dafa. Keken masih sedikit terisaka, ia merapatkan pelukannya terhadap Dafa dan memeluk Dafa erat, Dafa tersenyum senang mendapat pelukan erat dari Keken, walau Keken tak mengetahui perasaannya, Dafa merasa bersyukur bisa sedekat ini dengan Keken. Sedang Keken, dirinya tengah merona malu dibalik pelukan Dafa, malu karena menangis tidak jelas dan malu karena ia memeluk Dafa, selain itu ada perasaan membuncah yang terasa di hatinya, memanas dan menjalar ke area pipinya membuat Keken juga tampak bersemu.
“Ayo pulang,” ajak Dafa, Keken mengangguk. Saat Dafa ingin melepaskan pelukannya, Keken semakin mengeratkannya.
“Jangan dileapas, gue malu.” Ujar Keken.