JAMBI - Provinsi Jambi memiliki hampir 334 ribu hektare lahan areal perhutanan sosial dari total 13.911.867 areal perhutanan sosial di Indonesia. Hal itu membuat Jambi memiliki potensi besar untuk menjadi yang terdepan dalam mengaplikasikan skema perhutanan sosial itu.
Skema perhutanan sosial merupakan langkah yang dilakukan untuk menghindari konflik di sekitar wilayah hutan. Program Pemerintah ini juga dinilai mampu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar area hutan.
Di Jambi sendiri, beberapa perusahan perkebunan mengaplikasikan skema ini. Diantaranya ada PT Lestari Asri Jaya dan PT Wanamukti Wisesa yang berada di bawah induk perusahaan, PT Royal Lestari Utama.
Dalam diskusi bertajuk \"Jambi sebagai Pusat Perhutanan Sosial di Indonesia\" yang digelar secara daring, Kamis (8/7), dibahas oleh beberapa narasumber. Tiga narasumber memaparkan konsep terkait perhutanan sosial yang diterapkan di Jambi. Narasumber yang dihadirkan yakni, Kabid Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat (PPMHA) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Gushendra, mewakil kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Director of Corporate Affairs, Sustainability and HR of PT Royal Lestari Utama, Yasmine Sagita, dan Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Dr. Forst Bambang Irawan, SP, MSc, IPU.
Gushendra memaparkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau masayarakat hukum adat sebagai pelaku utama.
Dalam hal ini tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Diharapkan, kata Gushendra, semangat perhutanan sosial memunculkan keadilan sosial dan menciptakan lapangan pekerjaan. Serta meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. “Hutan harus mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan,” kata Gushendra, Kamis (8/7) dalam kegiatan focus group discussion yang diikuti oleh 25 orang wartawan di Jambi secara daring.
Dalam skema perhutanan sosial ini, kata Gushendra, di dalam kawasan konservasi pengelola atau pemegang izin di kawasan konservasi wajib melaksanakan kerjasama kemitraan dengan mitra konservasi dalam rangka pelaksanaan perhutanan sosial di kawasan konservasi. Hal ini sudah diatur dalam peraturan Dirjen KSDAE.
Sementara itu, Director of Corporate Affairs, Sustainability and HR of PT Royal Lestari Utama, Yasmine Sagita, menyatakan pihak RLU sudah melakukan banyak bentuk kemitraan dengan para petani di sekitar area operasional RLU, tepatnya di Kabupaten Tebo. Kemitraan kehutanan yang sudah dilakukan setidaknya sudah melibatkan 152 orang petani dari 9 kelompok tani hutan (KTH).
Kemitraan itu, papar Yasmine, sudah meliputi area seluas 605 hektare. Bahkan 2 dari 9 KTH telah menerima Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK) dari Kementerian Kehutanan. “Sementara 7 KTH lainnya sudah menandatangani naskah kesepakatan kerjasama (NKK),” kata Yasmine.
Rata-rata, lanjut Yasmine, produksi karet dari KTH mencapai 595 kilogram per bulan per petani. Hasil karet petani yang diserap perusahaan dari periode Januari hingga Mei 2021 mencapai 93.920 kilogram.
Selain pola kerjasama kehutanan tersebut, PT RLU melalui PT LAJ dan PT WW juga melaksanakan program pembinaan terhadap petani lokal. Seperti mentoring budidaya karet produktif, akses pasar, mentoring pertanian terpadu serta kerjasama dengan koperasi karyawan.
Sementara itu Kaprodi Kehutanan Faperta Unja, Dr Forst. Bambang Irawan, S.P., M.Sc., I.P.U., mengatakan bahwa penghargaan harus diberikan kepada perusahaan yang bisa mengaplikasikan konsep perhutanan sosial di kawasan kerjanya. “Saya melihat PT RLU sudah melakukannya. Ini patut diapresiasi tinggi. Bahkan bisa dijadikan contoh buat perusahaan-perusahaan lain di Jambi atau di Indonesia lainnya,”jelasnya.
Sebab, potensi hutan dan masyarakat sekitar hutan sangat besar. Baik itu secara ekonomis maupun pemberdayaan masyarakat. “Dengan luasan hutan di Jambi yang sangat luas, pemberdayaan ekonomi dan masyarakat dengan konsep perhutanan sosial akan sangat membantu peningkatan PDB (pendapatan domestik bruto) buat daerah,”tandasnya.
Keuntungan ekologis juga bisa didapat dengan memberdayakan masyarakat dengan konsep perhutanan sosial ini. “Kita harus sadar bahwa hutan sekarang adalah aset terbesar negara. Harus kita jaga dan berdayakan dengan bijak,”pungkasnya. (kar)