“Semua orang itu teman, tapi tidak semua dapat dikatakan sebagai teman”
-Jeje&Saka
>>> *** <<<
Cipta itu sahabat, teman, orangtua, adik, kakak, tidak ada kata atau posisi yang dapat menggambarkan seorang Cipta di mata Jeje dan Saka. Benar kata Cipta, sesuai namanya, Cipta itu seperti kalbu, keberadaannya selalu dipertanyakan, antara ada dan tiada. Bagaimana Cipta marah, bagaimana Cipta tertawa, bahkan sampai Cipta menjadi bucinnya Windi saja, maka Jeje dan Saka adalah orang yang paling tahu tingkah laku Cipta setelah ayah dan bunda.
Tidak jauh dari pusat kota, ada kafe yang baru buka, tempat nongkrong khas anak remaja seperti Cipta, Jeje dan Saka. Namun kali ini hanya ada Jeje dan Saka, rasanya seperti ada yang kurang jika tidak ada Cipta, layaknya memakan sambal tanpa garam. Bukan tanpa alasan, mengapa hanya ada Jeje dan Saka. Sudah hampir ratusan kali rasanya Jeje dan Saka mengajak Cipta, namun Cipta terus menolak dengan alasan tidak punya uang. Jeje dan Saka tahu, Cipta tidak sekere itu hanya untuk nongkrong di Kafe, bahkan diiming – imingin akan dibayari saja, Cipta malah berkata akan menagihnya namun dalam hal lain. Ah, dasar Cipta.
“Cipta,” gumam Saka pelan yang masih dapat didengar oleh Jeje yang menyeruput minumannya tanpa gairah, padahal tadi sangat bersemangat, setelah sampai Jeje kehilangan seleranya.
“Kenapa Cipta?” tanya Jeje pada Saka dengan tatapan bertanya.
“Nggak ada, kepikiran Cipta aja, sekarang lagi ngapain tu anak tengil,” Ujar Saka.
“Ka, lo ngerasa nggak sih, Cipta itu kayak jadi pusat kehidupan kita, kayak sekarang, jujur gue malah jadi pengen makan nasi minyak Bi Jam aja dibanding disini,” Adu Jeje pada Saka,
“Gue juga, aneh aja kagak ada Cipta, kan gue jadi kagak bisa denger nasehat sok bijak tu anak tengil.” Balas Saka sambil tertawa, memikirkan bagaimana selama ini sosok setengil Cipta bisa berpengaruh besar pada kehidupannya.
“Gue pengen sampe kita nanti hidup ke jalan masing – masing, berharap banget bisa tetap temenen gini,” Sahut Jeje yang tiba – tiba melow, khas Jeje sekali selalu penuh drama.
“Biasa aja lah anak manusia, yakali lo aja, gue juga pengen tau!” Balas Saka yang tiba – tiba merasa dirinya mendadak mellow bersama Jeje.
“SAKAA!!” Teriak Jeje menangis namun tidak mengeluarkan air mata dan merentangkan tangannya kepada Saka seolah meminta di peluk. Mengikuti kegilaan Jeje, Saka turut menangis tanpa air mata dan memeluk Jeje.
“JEJEEE!!” Teriak Saka juga dalam pelukan Jeje, membuat seluruh perhatian pengunjung Kafe menatap mereka, sebagian menatap Jeje dan Saka lucu, ada pula mentap aneh, sedih, dan mengaggap Jaja dan Saka adalah orang gila.