****
Cipta dan Windi berjalan bersisian sambil memakan es krim yang sudah hampir habis, setelah berburu buku di perpustakaan kota, Cipta dan Windi sepakat untuk pulang, sebab hari mulai petang. Tidak ada obrolan sama sekali, masing – masing dari Cipta dan Windi hikmat menikmati es krim mereka hingga habis.
“Saka,” tunjuk Windi memberitahu Cipta, beberapa meter di depan Cipta dan Windi ada Saka tengah berjongkok memberi makan anak – anak kucing liar. Cipta melihat arah tunjuk Windi dan tersenyum lebar kala melihat bahwa itu benar Saka.
“SAKA,” Teriak Cipta melambaikan tangan agar Saka melihat mereka, Saka melihat Windi dan Cipta, berlari kecil menghampiri Cipta dan Windi setelah mendengar panggilan tersebut.
“Yeww…pasti lagi kencan sabtu nih,” Ujar Saka menggoda Windi dan Cipta, Windi tersenyum tipis menaggapi Cipta.
“Tau aja, jangan – jangan lo ngintilin kita ya sampai sini!” Tuduh Cipta sambil tertawa pada Saka.
“Ogah, ngapain jadi nyamuk, kayak nggak ada kerjaan lain aja sih,” Ucap Saka mengedikkan bahunya, membayangkan betapa geli perbuatannya jika benar – benar menguntit Cipta dan Windi.
“Dih…Gak usah sok ngelak lo, siapa aja bisa jatuh hati Sakakuddin,” bantah Cipta.
“Lo kok jadi ikut – ikutan Jeje manggil gue Sakkuddin sih!” Sebal Saka tak terima di katai oleh Cipta yang tampak tak peduli.
Melihat wajah Saka tampak tak peduli, Saka memelintir leher Cipta pelan, dan mengancam Cipta sambil tertawa, “Tarik nggak perkataan lo, cepeten panggil gue Saka keren,” Ujar Saka dengan nada yang dibuat sesangar mungkin sambil tertawa.
“Saka jelek, nggak keren, lepasin!” Ujar Cipta sambil memukul tangan Saka yang memelitir lehernya,
“Masih nggak mau juga, rasain nih ketek gue!” Ujar Saka mengarahkan kepala Cipta kearah ketiaknya.
“DASAR SAKAKUDDIN!!!” teriak Cipta tersiksa, sedang Saka tertawa puas melihat Cipta, disusul tawa lepas Windi yang melihat usaha Cipta untuk terus membalas perbuatan Saka, berujung dengan aksi kejar – kejaran Saka dan Cipta, dan Saka yang terus berlindung di balik Windi.
Saat itu berasa sangat singkat, padahal Cipta berharap hal itu tidak akan pernah usai. Untuk pertama kalinya, selain karena kue sederhana buatan bunda, Cipta melihat Windi tertawa, tawa yang sangat lepas. Beberapa saat Cipta terpana, melihat Windi begitu bahagia. Tapi untuk kali ini Cipta tidak terlalu bahagia, karena hari itu, petang itu, cerita yang mereka awali bersama berakhir dengan orang yang berbeda. (*)
Bersambung