Jumat 13-08-2021,00:00 WIB

“Lo sendiri gimana sama Windi? Gamon kan lo?!” tuduh Magenta.

“Heh! Mulut lo emang perlu disaring ya Ta! Windi ama Saka udah nikah dan Windi tu lagi hamil tua anak Saka, ya kali! Lagian gua udah move on bertahun – tahun lalu, sekarang gue itu sama Lidya, titik nggak pake koma!” Kesal Cipta sambil menghempaskan undangan pernikahannya di meja Magenta.

Melihat kekesalan Cipta, Magenta tertawa, “Cie…” Ejek Magenta, “Yang entar lagi Married,” Goda Magenta pada Cipta yang kini tersenyum senang mengingat pernikahannya dengan lidya akan dilangsungkan dua minggu lagi.

Cipta memang bekerja sebagai Manajer di perusahaan Start-Up yang bergerak di bidang teknologi, namun bukan berarti ia melupakan mimpinya tentang menjadi seorang musisi. Setelah kepergian Jeje, Cipat berusaha keras untuk menyembuhkan luka – lukanya. Hingga akhirnya Cipta berhasil, walau terasa sulit, Cipta bahagia dengan hari – hari yang ia lalui kini.

Cipta bergabung dengan salah satu yayasan yang menaungi musisi – musisi amatir, seperti mendapat jackpot yayasan itu hampir bangkrut sebab banyaknya petinggi yang menyepelakan bahwa musisi tidaklah berarti, mereka rakus akan uang yang terus mengalir. Berada di ambang kehancuran, yayasan itu Cipta beli dengan kerja keras, lalu dikelolanya penuh usaha, hingga Cipta berhasil mengelolanya melahirkan musisi – musisi berbakat. Dan tanpa disangka, Cipta jatuh Cinta pada salah satu musisi muda yang memainkan piano saja sangat berantakan.

Not yang lidya mainkan tidak sesuai dengan kaidah permainan yang benar, membuat diri Cipta gatal untuk memperbaikinya. Hingga, semulus arus air mengalir, semulus itu pula arus Cinta Cipta berjalan. Hingga akhirnya mereka sampai pada jenjang pernikahan. Bahkan sebab yayasannya itu, Aksel dan Bule Kanada sombong si Phylan itu bahkan menjadi bagian dari yayasannya, mereka menjadi salah satu musisi yang paling sering diundang dan pengajar tetap di yayasannya. Bahkan, mereka bertiga menjadi sahabat dekat.

“Lo nggak mau kenal cowok gitu Ta? Selain Jeje, ya kali lo nggak ngerasin ciuman sekali aja!” Ujar Cipta.

“Cowo tu ya sama aja, pikirannya gituan doang! Emang lo pikir gue nggak pernah ciuman apa?!” Ketus Magenta.

“Lo Jajan ta?!” Kejut Cipta, “Heh! Enak aja itu mulut kalo ngomong!” Protes Mageta.

“Ya terus apa?” bingun Cipta, “Gue pernah tu ama Jeje dulu,” Aku Magenta dengan pipi bersemu merah, membuat rahang Cipta rasanya ingin lepas begitu mendengarnya.

Setelahnya obrolan Cipta dan Magenta berputar pada kisaran saling menggoda satu sama lain, tepat pukul 12 malam Cipta meninggalkan Rumah Sakit, jadi Cipta memutuskan untuk tinggal di penginapan yang tak jauh dari rumah sakit. Dari balkon kamar penginapan Cipta, gerimis mulai turun, menyatu dengan angin pantai yang tampak sejuk.

Cipta mendial sebuah nomor dengan kontak ber-id ‘Lidya Calon Istri’ dan tak lama terdengar suara lembut menyapanya. Cipta tak menanggapi, hingga membuat calon istrinya diseberang sana bingung dengang telponnya,

“Lydia, makasih untuk segalanya.” Ujar Cipta tiba – tiba, “Dan terimakasih telah mencintai saya serta menerima Cinta saya yang begitu apa adanya, terimakasih untuk segala yang telah kita lalui bersama, bertahan bersama saya, dan mau meniti hidup baru bersama saya, terimakasih.” Cipta mengulas senyuman mendengar isak haru di seberang telepon.

Malam itu hujan benar – benar turun, dalam diamnya Cipta menerawang jauh, tersenyum lalu berbalik meinggalkan hujan dan ramalannya.

Hujan itu tanda alam yang indah, sayangnya ia terus berduka atas luka – lukanya, dan Cipta tidak menyukainya. Sebab, Jeje selalu bilang, bahwa hujan itu indah karena lukanya, seperti hidup, sesekali kita harus terluka dan merasa kecewa, karena bahagia tanpa luka itu tidak pernah ada. Kau bahagia, karena kau pernah terluka. Hal itu mutlak, tuhan mengatakannya, alam menyanggupinya dan semesta menyetujuinya, berkahir pada manusia yang menjalankannya.

Ingat, kita tidak perlu hal istimewa untuk merasa bahagia, karena yang paling sederhana adalah sumber tawa paling mudah. Dan kita tak perlu memelihara luka yang sama, sebab lama atau cepatnya, kita pasti akan merasakannya lagi, yang kita lakukan kita hanya perlu belajar untuk terbiasa menerima segalanya, mengikhlaskan yang pergi dan menyambut yang datang.

Tags :
Kategori :

Terkait