“Akhirnya lembaran itu tertutup, dengan akhir paling bahagia, sebab Cerita Tentang Cipta telah usai disini, tanpa luka dan sebuah penyesalan”
-CeritaTentangCipta
>>>>****<<<<
Malam itu, langit tampak penuh dengan bintang, karena Ayah, Cipta jadi mempercayai bahwa malam yang penuh dengan bintang pertanda hujan tak lama lagi datang. Temeram malam itu, menambah kesan suram perjalanan Cipta, padahal Cipta ingin memberi kabar bahagia lalu mengapa keadaan menuntunnya untuk memberi kabar duka. Terkadang, Cipta merasa bahwa alam begitu mempermainkannya dan semesta begitu menyebalkan untuknya, apapun alasannya, Cipta hanya merasa begitu.
Cipta berhenti di RSJ.MEGENJA, Rumah Sakit Jiwa yang terletak dekat dengan pesisir pantai, pemandangan yang ada disekitar Rumah Sakit Jiwa ini terasa begitu candu menyejukkan mata. Sebenarnya, malam sudah terlalu larut untuk berkunjung namun karena memiliki koneksi Cipta dapat melakukannya dengan mudah, ini tidak termasuk Nepotisme, sebab Cipta melakukannya karena keadaan terdesak.
“Cipta … What’s Up Brother?” Sapa Wanita Cantik berambut ikal tersebut pada Cipta, memeluknya erat dan mencubit pipi Cipta gemas.
“Makin berisi aja sih tiap harinya!” Komentar Wanita tersebut, Cipta memutar bola matanya malas, “Berisik,” Ujar Cipta lalu duduk di kursi yang ada diruangan wanita tersebut, walau belum dipersilahkan, Cipta tidak mempermasalahkannya, toh, sebagian saham Rumah Sakit ini miliknya.
“Ta, lama – lama kewarasan lo makin minim, gue takut lo gila!” Wanita yang Cipta maksud itu adalah Magenta, bertahun – tahun lamanya tidak berjumpa setelah kepergian Jeje, Cipta dapat menjumpai Magenta saat mereka tengah di Belgia menyaksikan musisi jalanan dengan permainan biola setara musisi professional. Saat itu Cipta bekerja menjadi salah satu manejer di perusahaan Star-up bidang teknologi, sedang Magenta menghadiri seminar sesama psikolog.
“Ya mana tau kan lo berpaling ke gue, gagal married sama lidya” Balas Magenta mencebikkan bibirnya kesal.
“Heh! Nama gue itu Cipta. anaknya Ayah Gunawan yang paling setia sama Bunda Feby. Dan mewarisi kesetian ayah gue seratus persen. Seratus. Persen. Magenta.” Tekan Cipta pada tiga kata terkahir di kalimatnya.
“Lagian ya gue ogah sama cewe yang nggak selera sama cowok, gue masih lurus!” Lanjut Cipta yang dihadiahi oleh timpukan buku pasien oleh Magenta.
“Gue bukan nggak selera ya, Cinta gue cinta mati sama satu cowok!” Protes Cipta.
“Siapa? Jeje?” Tanya Cipta lagi ragu.
“Nggak percaya sih lo, nggak ada cowok yang bisa menandingi Jeje di hati gue,” Jawab Magenta.
“Terserah!” Ujar Cipta pasrah, setelahnya baik Cipta maupun Magenta terdiam sesaat, menikmati jeda hening yang tercipta antara mereka.