DISWAY: Chaguan Afghan

Jumat 20-08-2021,00:00 WIB

Hongming merasakan negeri itu seperti penuh misteri. Masih asli. Seperti belum pernah tersentuh peradaban baru.

Visa habis, Agustinus pun kembali ke Beijing. Menyelesaikan kuliahnya. Begitu lulus ia langsung berangkat ke Afghanistan lagi. Kali ini ia lewat rute yang lebih rumit lagi: Beijing–Tibet–Nepal–India–Pakistan–Afghanistan.

 

Itu tahun 2006. Ketika India-Pakistan belum tegang lagi. Berarti Hongming menyeberangi perbatasan India-Pakistan di Wagah. Yang setiap sore dilakukan upacara militer yang lucu sekali itu. Yang saya juga tertawa-tawa menyaksikannya.

Kali ini Agustinus berbulan-bulan di Afghanistan. Dengan sangu hanya 300 dolar. Ia menyelami budaya lokal Afghanistan yang mengesankan. Terutama budaya kedai tehnya.

Boleh dikata kedai teh adalah pusat kebudayaan di sana. Agustinus sendiri menikmati budaya kedai teh itu. Di situ rakyat ngobrol tentang apa saja. Termasuk politik.

“Apakah kira-kira sama dengan kultur chaguan di Tiongkok lama?” tanya saya.

“Ya seperti itu. Tapi kedai teh di Afghanistan lebih seru. Siapa pun boleh sampai tertidur di situ,” ujar Hongming.

“Anda juga sampai tertidur?” tanya saya.

“Justru saya selalu tidur di kedai teh seperti itu. Tidak pernah tidur di hotel,” jawabnya.

Agustinus pun memutuskan belajar bahasa Parsi di Afghanistan. Mengapa bukan bahasa Pastun? “Karena bahasa Parsi dipakai lebih luas di kawasan itu. Termasuk di negara sekitar Afghanistan,” katanya.

 

Di kedai-kedai teh itu pun Agustinus pakai bahasa Parsi. Ternyata umumnya mereka bisa bahasa Parsi. Dan memang Afghanistan adalah wilayah pusat kekaisaran Parsi di masa lalu.

Dari pergaulan sampai di tingkat akar rumput itulah Agustinus tahu betapa sulit hubungan antar suku di sana. Orang Pastun benci orang suku Tajiks. Juga sebaliknya. Demikian juga orang Pastun benci orang Hazaras. Dan sebaliknya.

“Mana yang kurang akurnya lebih berat, Pastun-Tajiks atau Pastun-Hazaras?” tanya saya.

“Pastun-Hazaras,” jawabnya.

Secara fisik orang Pastun dan Tajiks masih mirip: sama-sama tinggi-besar. Orang Hazaras lebih kecil dan pendek. Seperti saya.

“Seperti saya juga,” ujar Hongming. “Saya sering dikira orang Hazaras,” tambahnya.

 
Tags :
Kategori :

Terkait