Selasa 24-08-2021,00:00 WIB

Ginanja menemukan Serena di tepi jalan dekat persimpangan, tengah berjongkok menangis kencang. Jalanan begitu sepi, tidak ada siapapun yang melihat Serena menangis. Ginanja berjalan perlahan mendekati Serena, lalu turut berjongkok di samping Serena. Ginanja tidak melakukan apapun selain diam disamping Serena hingga Serena berhenti menangis dan menatapnya.

“Ayo pulang!” ajak Ginanja pada Serena. Serena hanya menatap tangan Ginanja yang terulur, mata bulat Serena masih berkaca – kaca, genangan air bertumpuk di sudut matanya, yang Ginanja yakin, sekali saja Serena mengedipkan matanya, air mata itu akan tumpah.

Ginanja mengambil tali gaun Serena yang ikatannya terlepas, Ginanja mengelap pipi Serena yang basah dengan ujung tali gaun tersebut. “Kata ayah, kita boleh nangis tapi nggak boleh lama – lama kalo nggak mau matanya hilang.” Ujar Ginanja polos mengingat kata ayahnya yang selalu bilang jika ia menangis lama maka matanya akan hilang.

Beberapa saat, Serena berhenti menangis, masih sesegukan namun setidaknya lebih baik dari yang tadi, “Ayo pulang.” Ajak Ginanja lagi yang dibalas gelengan kepala oleh Serena.

“Aku dibuang,” Ujar Serena, matanya kembali berkaca – kaca, “Aku dibuang sama mama, aku dibuang sama papa,” Ujar Serena terisak.

Ginanja tidak paham dengan maksud yang Serena ucapkan saat itu, apa yang Serena maksud dirinya dibuang oleh mama dan papanya? Ginanja menggenggam tangan Serena erat, “kalo kamu dibuang, satu – satunya tempat pulang cuma Nenek Rinaya, nggak ada yang bisa lebih sayang sama kamu selain Nenek Rinaya, ayo pulang!” Kata – kata itu spontan diucapkan oleh Ginanja, bahkan Ginanja sendiri tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Serena ingin menangis lebih kencang, saat itu dirinya pikir presepsi tentang dirinya dibuang, Serena berharap itu hanyalah kesalapahaman oleh dirinya dan saat pernyataan itu dibenarkan oleh Ginanja, Serena harus benar menerima bahwa ia dibuang, oleh mamanya dan oleh papanya. Serena dibuang oleh keluarganya. Serena ingin berpura – pura tidak tahu, namun kenyataan menampar dirinya.

Hari itu, hari dimana Serena ingin berbahagia dengan gaun barunya, merayakan hari ulang tahunnya dengan kado yang paling istimewa oleh orangtuanya. Serena mendapatkan segalanya, bersama gaun barunya, Serena mendapatkan hadiah ulangtahunnya, ia dibuang oleh orangtuanya, Selamat hari ulang tahun paling buruk Serena.

“Ginanja,” panggil Serena memecahkan keterdiaman yang terjadi diantara mereka. Ginanja menatap Serena, “Ya?” Tanya Ginanja.

“Ayo pulang!” Ajak Serena bangkit dari duduknya, tanah yang lengket digaunnya Serena singkirikan hingga meninggalkan bekas noda berwarna coklat di gaunnya.

“Hah?” Bingung Ginanja, tiba – tiba saja masih siang, Serena sudah mengajaknya pulang. Biasanya mereka akan menghabiskan waktu bersama hingga sore.

“Ayo pulang!” kali ini Serena mengulurkan tangannya yang ditatap bingung oleh Ginanja, namun tak urung Ginanja tetap menerima uluran tangan Serena.

Serena dan Ginanja berjalan pulang, saat berjalan pulang pun baik Ginanja dan Serena tidak ada yang berniat untuk memulai percakapan. Saat sudah sampai, Serena kembali pergi meninggalkan Ginanja sendiri.

“Dedemit mau kemana?” tanya Ginanja. Serena berbalik dengan bibir mengerucut kesal, jarak Serena dan Ginanja cukup jauh.

“Mau pulang!” teriak Serena kuat yang setelahnya berlari kencang, menghilang dari pandangan Ginanja, walau tak melihat jelas, Ginanja dapat melihat samar – samar mata Serena berkaca – kaca dan suara teriakan Serena yang bergetar menahan tangis.

Hari ini, Ginanja dibuat bertanya – tanya, apa yang terjadi pada Serena? (*)

Bersambung

Tags :
Kategori :

Terkait