Rabu 25-08-2021,00:00 WIB

“Ginanja, Serena Ginanja.” Ujar Nenek Rinaya panik mendekati Ginanja, Ginanja memeluk dan mengusap punggung Nenek Rinaya lembut, “Tenang dulu nek,” Ujar Ginanja.

Ginanja memasuki rumah Nenek Rinaya dan mengambil secangkir air untuk nenek Rinaya, saat melewati ruang tamu, Ginanja mendapati kue ulang tahun dengan nama Serena, sekarang Ginanja tahu alasan dibalik Serena berdandan aneh hari ini. Ginanja memberikan air tersebut pada Nenek Rinaya, memastikan Nenek Rinaya meminumnya dan lebih tenang barulah Ginanja berbicara.

“Serena belum pulang nek?” tanya Ginanja, Nenek Rinanya menggelengakan kepalanya, “Serena belum pulang sedari siang.” Ujar Nenek Rinaya, Ginanja tersenyum hangat mengusap pundak Nenek Rinaya.

“Nenek jangan khwatir, biar Ginanja yang cari Serena. Sekarang nenek masuk kedalam rumah dulu, entar lagi hujan lebat.” Suruh Ginanja yang langsung dipatuhi oleh Nenek Rinaya.

Setelah memastikan nenek Rinaya masuk ke dalam rumahnya, Ginanja segera berlari, didalam pikirannya hanya satu tempat yang harus ia datangi, tempat dimana Serena menyimpan segala lukanya dan mengapa Ginanja bisa lupa bahwa hari ini ulang tahun Serena.

***

Serena berdiri di sisi jalan persimpangan dimana ia pertama kali menangis dan berjongkok menyesali segalanya dan bertanya alasan dibalik mengapa ia dulunya dibuang. Hujan mengguyur Serena sedari tadi, Serana menggigil kedinginan, namun hatinya jauh lebih menggigil sebab kesakitan. Gaun yang ia kenakan basah, kini dirinya tampak menyedihkan seolah menyesuaikan dengan hidupnya yang tak jauh menyedihkan juga.

“SERENA!” dari kejauhan, Serena mendapati seseorang memanggilnya. Serena tidak dapat melihat jelas hingga Serena dapat melihat Ginanja yang berlari ke arahnya.

“Se—re—na,” Ujar Ginanja dengan nafas tersengal saat ada di hadapan Serena, Ginanja menunduk guna menahan tubuhnya yang berlari sejauh dua setengah kilometer. Ginanja menunjuk Serena dengan nafas yang masih tersengal – sengal, “Kamu,” Ujar Ginanja, “Bisa nggak jangan ngebuat orang panik dan khawatir sama kamu sehari aja hah?!” Omel Ginanja kesal setelahnya berdiri sempurna di hadapan Serena dengan tatapan marah.

Serena menatap Ginanja dengan sorot mata penuh makna, mengapa Serena bisa lupa bahwa tempat pulang sesungguhnya tidak datang dari apa yang inginkan melainkan dari siapa yang menginginkannya. Serena memang dibuang, namun mengapa Serena lupa bahwa ia juga diterima oleh orang – orang yang menyayanginya. Serena menangis pilu di hadapan Ginanja, namun seiring tangisnya, Serena juga ingin tertawa. Lukanya memang menyakitkan namun rasa bahagia yang datang padanya juga tak kalah menyenangkan.

“Ginanja--” Ucap Serena dengan tangisnya, air mata Serena bercampur dengan air hujan yang kini semakin lebat. Seolah tahu Ginanja menarik Serena kedalam pelukannya, Serena menangis kencang mengeluarkan sesak yang sedari tadi ia tahan. Serena menatap Ginanja dengan senyuman paling tulus, yang dibalas Ginanja dengan tampang menyebalkan.

“Kamu tu memang menyebalkan, tapi aku nggak mau liat kamu beneren jadi dedemit, mati gara gara kehujanan, cara mati yang kamu pilih nggak etis banget!” omel Ginanja.

“Emang ada yang mati kehujanan?” tanya Serena tertawa pelan.

“Ada, kamu aja yang nggak tahu,” Ucap Ginanja.

Dibawah guyuran hujan di sisi jalan persimpangan, Serena kembali merasakan rasa itu kembali berdetak. Serena tahu rasa itu tidak akan terbalas, namun merasakannya kini lebih dari cukup.

“Serena,” Panggil Ginanja, Ginanja menarik tangan Serena, memberikan setangkai rumput ilalang yang ia petik tadi di jalan.

Tags :
Kategori :

Terkait