“be a real man, if you like to say like, not a coward who only knows to tease”
-Andika
>>>***<<<
Lupakan tentang bagaimana Andika akan menghabiskan waktu 48 jamnya dengan seseorang yang paling tak ingin ia temui, kini ia meratapi bangku penumpang di sampingnya yang sudah kosong, Andika tersenyum kecil, bukannya ini yang ia harapkan lalu mengapa tersisip rasa kecewa saat wanita angkuh itu tak lagi di sisinya. Wanita itu angkuh itu terus saja mencuri perhatiannya, memenuhi benaknya dengan wajah yang kian manis tiap detiknya. Andika mungkin sedikit lelah, dan wanita itu angkuh itu berhasil mengalihkan lelahnya dengan tawanya, senyumnya, dan tingkahnya yang kadang sangat tidak terduga. Ya, Andika yakin hanya itu, bukan karena Andika menaruh perasaan hingga ia terus memikirkan Adinara.
Andika bukannya terlalu percaya diri, hanya saja bagaimana setelah Andika mengatakan bahwa ia mengatakan bahwa perkataan perihal perasaan yang tadi ia katakan pada Adinara bahwa itu hanya sekedar gurauan semata menjadi kesialannya. suasana hangat yang tadinya tercipta antara Andika dan Adinara sekejap berubah menjadi dingin dan canggung, seolah mereka terpaksa didudukkan dalam satu ruangan padahal mereka tidak ingin melakukannya. Andika tidak tahu apakah dirinya benar dalam menebak perasaan Adinara atau tidak, hanya saja bolehkah Andika berharap bahwa Adinara kini tengah kecewa.
Jika benar Adinara kecewa, maka jelas pastilah Adinara menaruh perasaan padanya, dan entah kenapa memikirkan Adinara yang menaruh perasaan padanya membuat senyum Andika terbit. Andika mengalihkan perhatiannya pada rumah tetangganya, kini Andika tengah duduk di dalam mobilnya, di depan rumahnya dan rumah Adinara. Awalnya, Andika tidak ingin pulang ke rumahnya dan segera berangkat melakukan pekerjaanya yang kebetulan di luar kota, namun mengingat Adinara sangat ingin ikut terpaksa Andika memutar mobilnya kembali ke rumahnya demi mengambil atm utamanya yang tertinggal, dan saat Andika meninggalkan Adinara sebentar, kembalinya Andika, dirinya tak lagi menemukan Adinara.
Andika menelpon Adinara, nomor Adinara ia dapat dari Sarah. Andika tidak bodoh bahwa dalang dibalik Adinara di mobilnya itu adalah Sarah, ingatkan Andika untuk memberikan jitakan manis pada Sarah setelah urusannya selesai. Andika mendial kontak Adinara di ponselnya hingga terdengar nada sambung dan suara serak Adinara di seberang.
“Sarah….lo nggak bosan ya ganti nomor mulu?”
Andika terkekeh tanpa suara mendengar suara Adinara yang sepertinya tengah menangis kecil. Andika tidak heran jika Adinara mengira bahwa ini Sarah, Andika cukup mendapat keuntungan saat Adinara mengira dirinya Sarah, Andika tidak menjawab, menunggu kalimat Adinara selanjutnya.
“Sarah,” Panggil Adinara pelan, kali ini isak tangis mulai terdengar dari Adinara.
“Tolong bilang ke gue, kalo jatuh cinta pada pandangan pertama itu nggak masuk akal, dan tolong bilang ke gue kalo ngegalauin orang yang baru dua hari lo temui itu juga nggak masuk akal.” Kali ini Andika dapat mendengar jelas suara tangis Adinara, Andika masih diam, menunggu Adinara mengatakan segalanya, diam – diam Andika tersenyuk kecil mendengar Adinara.
“Gue nggak pengen bilang kalo gue punya perasaan buat Andika, disatu sisi gue merasa sakit, sedang di satu sisi lagi gue merasa kalo semua ini nggak masuk akal, dan gue takut Sarah, gue takut buat sakit hati lagi, gue nggak pengen…huwa…Sarah tolongin gue, gue benci Andika!!!” Andika menjauhkan ponselnya dari telinga beberapa saat mendengar teriakan Adinara, setelahnya Andika dapat mendengar Adinara yang terseguk – seguk. Andika tertawa kecil kali ini ia tidak menahan tawanya.
“Adinara,” Panggil Andika pelan, kali ini Andika tersenyum penuh makna, dari balik kaca mobilnya, Andika menilik tatapannya pada seseorang yang kini bersembunyi di balik pintu balkon.
“Jangan benci sama saya, karena saya rasa, saya juga punya rasa sama kamu.” Lanjut Andika tertawa pelan, perlahan warna merah merambat hingga ke telinganya.
Demi Tuhan! Hanya pada Adinara, Andika bisa mengeluarkan kalimat secheesy itu.