Berarti, ketika ”OVO kedua” didirikan, Sriwi sudah lama menjadi notaris di ”OVO pertama”. Itu tidak salah dan tidak ada masalah. Secara hukum.
Salah satu perubahan penting di akta ”OVO pertama” (PT Visionet) terjadi tahun 2018. Yakni, di tahun ”OVO kedua” didirikan.
Perubahan itu agak drastis. Sampai 21 pasal yang diubah. Termasuk perubahan modal. Lembar saham di perusahaan itu dipecah menjadi 670 miliar lembar saham. Rekor jumlah lembar saham?
Harga per lembar saham fantastis: hanya Rp 6 (enam rupiah). Anda bisa terlihat gagah dengan menjadi pemegang saham OVO. Apalah artinya Rp 6. Anda pasti bisa beli.
Uang angka ternyata lebih fleksibel daripada uang lembaran atau koin.
Dengan perubahan itu, modal dasarnya menjadi Rp 3,9 triliun. Sedangkan modal setornya Rp 660 miliar. Tepatnya –kalau Anda masih mau membacanya: Rp 659.677.909.077. Sekali lagi, uang angka bisa lebih terperinci daripada uang lembaran.
Siapa pemilik sahamnya?
Ada satu nama besar yang sahamnya amat kecil: Mas Agus Ismail Ning. Keturunan konglomerat masa silam, Hasyim Ning. Ia memiliki saham 1.000 lembar. Nilai saham itu: Rp 6.000 (enam ribu rupiah). Seharga terong 1 kg. Tolong dihitungkan berapa persen itu: Rp 6.000 dari nilai saham keseluruhannya, Rp 4,2 triliun.
Saham selebihnya milik PT Bumi Cakrawala Perkasa. Anda perlu mencari dan membongkar banyak dokumen lagi untuk tahu secara terperinci siapa di baliknya.
Tafsir saya: ”OVO pertama” itu awal-awalnya dulu adalah perusahaan milik keturunan Hasyim Ning. Bidang usaha awalnya tentu bukan uang elektronik –karena belum ada bisnis itu sebelum tahun 2004.
Lama-lama saham keturunan Hasyim Ning menurun. Bisa karena dijual sebagian dan sebagian seterusnya. Bisa karena tidak bisa ikut setor modal tambahan. Bisa juga karena lika-liku yang lebih rumit di dunia persilatan saham.
Itulah profil dasar PT Visionet International. Yang memiliki produk e-wallet bernama OVO. Yang Anda menjadi pemakai jasanya.
Yang dicabut izinnya oleh OJK itu bukan OVO yang itu. Tapi, perusahaan keuangan yang bernama PT OVO Finance Indonesia. Yang kantornya juga di gedung LIPPO.
Pemegang sahamnya: PT Cipta Dana Capital. Anda harus bongkar dokumen PT itu untuk tahu siapa di baliknya. Tapi, ia hanya memegang saham 40 persen.
Yang 60 persen dipegang perusahaan Jepang: Tokyo Century Corporation.
Setoran modalnya: PT Cipta Dana Rp 40 miliar, PT Tokyo Rp 60 miliar. Jumlah lembar sahamnya 400.000 lembar, dengan harga per lembar Rp 1 juta.