JAKARTA– Transformasi yang dijalankan BRI dalam blueprintBRIVolution 2.0 membawa visi menjadi The Most Valuable Banking Group in South East Asia pada 2025. Dalam mencapai visi tersebut, BRI terus memperkuat aspek digitalisasi untuk menghasilkan model bisnis baru.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, model bisnis baruyang mengandalkan digitalisasi dipercaya dapat membawa efisiensidalam operasional BRI Group. Sunarso membeberkan bahwa BRI saat ini menerapkan konsep hybrid bank yang memastikanmasyarakat yang belum terlalu familiar terhadap digitalisasi bisatetap terlayani.
“Maka kemudian tidak bisa tidak, digitalisasi, transformasi digital kita lakukan di semua perusahaan anak. Dan kemudian transformasidigital kita itu apa sebenarnya? Ada 2 tujuan. Yang pertama adalahkita transform business process-nya supaya baik perusahaan indukmaupun perusahaan anak mendapatkan proses bisnis yang lebihefisien dengan biaya yang lebih murah. Dan kemudian, yang kitadigitalkan adalah digitalisasi business model. Jadi BRI terus create business model baru, bukan sekedar efisiensi tetapi create valuebaru,” ungkap Sunarso.
BRI mengacu pada tiga prinsip utama dalam menerapkan hybrid bank. Pertama, digitalisasi proses bisnis untuk mendongkrakproduktivitas serta efisiensi. Implementasi efisiensi bisnis proses inidapat ditunjukan dari layanan BRImo, BRISpot, serta BRILink.
Prinsip kedua ialah menyertakan digitalisasi BRI dalam ekosistembisnis. Penetrasi ke ekosistem digital ini, kata Sunarso, berimplikasipositif terhadap pertumbuhan dana murah (CASA), Fee Based Income (FBI), hingga bisa menjaring nasabah baru.
Terakhir, optimalisasi layanan fully digital sehingga dapatmemperkuat layanan yang lebih customer centric. Di samping itu, transformasi digital ini juga berlaku di anak perusahaan sehinggabisa menimbulkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan menghasilkan diversifikasi income di BRI Group.
“Sehingga boleh saya katakan kalau kita hanya buat digital bank saja, ya create value sementara tetapi kemudian sustainability-nyatidak menjadi prioritas. Berbeda dengan yang BRI jalankan, di mana keterlibatan transformasi anak perusahaan di-support oleh BRI. Ambil contoh Bank Raya yang akan dijadikan digital bank, disupport penuh oleh induknya”, terang Sunarso.
Layanan digital yang dihadirkan BRI pun kian diandalkan oleh nasabah. Salah satunya adalah BRImo yang konsisten mengalamipertumbuhan pengguna hingga double digit dalam tiga tahunterakhir.
Pada 2019, pengguna BRImo mencapai 2,96 juta dengan frekuensitransaksi 100,74 juta kali yang senilai Rp33,78 triliun. Kinerja tersebut kemudian semakin kokoh di tahun berikutnya.
Sepanjang 2020, pengguna BRImo naik menjadi 9,05 juta denganfrekuensi transaksi 764,84 juta kali yang membukukan nilaitransaksi senilai Rp197,43 triliun. Sampai dengan akhir 2021 terdapat 14,15 juta pengguna dengan laju transaksi yang melesathingga 66,24% year on year (yoy) menjadi 1,27 Miliar transaksi.
Di tahun ini, BRI mengalokasikan capital expenditure (capex)sebesar Rp7 triliun-Rp8 triliun. Belanja Capex ini pun didominasiuntuk penguatan digitalisasi.
“BRI menganggarkan capex sekitar Rp7-8 triliun setiap tahun dan 57% dari anggaran tersebut kita alokasikan untuk capex IT. Jadi sedemikian concern kita terhadap transformasi digital kita yang basisnya adalah IT,” tutupnya. (van)