DISWAY: Bayar Berapa

Kamis 03-02-2022,00:00 WIB

Saya mendapat cerita dari juru runding yang pernah terlibat soal itu. Di barisan kursi belakang juru runding Singapura berderet ahli hukum. Juru runding itu terlihat sering berunding dengan yang di barisan belakang. Setiap kata dan kalimat didiskusikan. Termasuk koma dan titik. Terutama garis miring.

Juru runding kita beda: tidak punya barisan belakang itu. Pengacara itu mahal –apalagi yang terkenal.

Kecerdikan Singapura  terutama di soal penguasaan udara di bawah 37.000 kaki itu. Menurut Prof Hikmahanto, itu sesuai dengan strategi dasar Singapura: ingin menjadikan Changi sebagai hub penerbangan di Asia Tenggara. Kalau Singapura hanya mendapatkan yang di atas 37.000 kaki, maka kedaulatan Singapura yang justru berada di tangan Indonesia.

Hampir semua pesawat yang mendarat di Changi, tentu harus terbang rendah. Berarti harus dikendalikan oleh tower di bandara Batam atau Jakarta. Terutama beberapa menit sebelum menyentuh landasan Changi. Kecuali Singapura bisa mendaratkan pesawat-pesawat besarnya seperti Kopassus yang terjun bebas tanpa payung dari ketinggian 37.000 kaki.

Wajar kalau Singapura harus all out untuk menyelamatkan Changi sebagai hub. Bagi Singapura itu sama dengan menyelamatkan negara.

Bahwa Indonesia menandatangani perjanjian itu, bisa jadi bukti bahwa Presiden Jokowi benar-benar in command. Artinya: Panglima TNI, KSAU, dan KSAL benar-benar patuh pada kehendak presiden, panglima tertinggi mereka.

Di masa lalu, TNI-AL tidak bisa menerima draf perjanjian serupa. Yakni penggunaan wilayah laut Indonesia untuk arena latihan perang militer Singapura. Bukan karena faktor Singapuranya, melainkan dalam latihan itu Singapura boleh melibatkan negara sekutunya.

Soal di udara, rasanya Indonesia juga harus bisa menjadi negara tetangga yang baik: mengizinkan wilayah udara dikendalikan oleh Singapura. Realitasnya, Singapura tidak bisa berkutik tanpa lewat wilayah udara Indonesia. Yang penting itu atas penugasan pemilik wilayah itu: Indonesia. Tidak seperti yang terjadi sejak tahun 1946, kepemilikan Indonesia tidak diakui secara nyata.

Yang penting, bayar berapa. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Gus Margiono

 

Jeka Reader

Jeka RiP ; P Margiono. Now ketiga tokoh  yang pernah membuat sejarah Pers Indonesia bisa bersilahturami lagi,yaitu :  BM Diah dengan Koran Merdeka, Harmoko dengan Pos Kota dan Margiono dengan  Rakyat Merdeka. Silahkan kongsi bikin koran baru disana  dengan nama Suara Surga bukan Angin Surga. 

Tags :
Kategori :

Terkait