JAKARTA - Logo halal baru yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag) menuai banyak kritikan dan kontroversi di tengah masyarakat. Mayoritas menilai logo baru justru menghilangkan nilai-nilai kualitas kehalalan dibandingkan logo lama.
Agar polemik tak berkepanjangan, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Effendy Choirie menyarankan Kemenag, khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengubah logo halal yang telah dikeluarkan.
\"Terkait dengan logo halal itu kan sederhana, kalau logonya kurang bagus, kurang manis ya diubah saja lah. Kan gampang saja,\" usul Effendy Choirie melalui keterangan tertulisnya, Senin (14/3).
Dia menduga pihak yang mendesain logo halal yang baru ini kurang mengerti dan memahami filosofi dari hal yang dibuatnya. Namun hanya mengedepankan sisi artistiknya saja.
Masyarakat, menurut politisi yang akrab disapa Gus Choi, tidak salah jika mempermasalahkan tulisan halalnya yang kurang jelas dan cenderung Jawa sentris tersebut.
\"Supaya tidak terjadi kontroversi, diubah saja sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dan sesuai dengan aturan serta keinginan publik. Tulisan halalnya yang lebih jelas lagi,” demikian Gus Choi.
Sebelumnya diberitakan kebijakan label halal yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag tidak lagi milik MUI. Label halal dengan logo baru sudah diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan label halal yang diterbitkan MUI dinyatakan tak berlaku lagi. Sebagai gantinya, ada milik BPJPH Kemenag yang segera diberlakukan secara nasional.
“Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan undang-undang, diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi ormas,” katanya.
Yaqut mengatakan, nantinya setelah beberapa waktu, masyarakat tidak lagi mengenal label halal yang dikeluarkan MUI. Itu lantaran hal tersebut sudah tidak berlaku lagi di Indonesia.
“Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan MUI dinyatakan tidak berlaku lagi,” ujar Yaqut dalam akun instagram @gusyaqut, Sabtu (12/3).
Menurutnya, hal itu mengacu pada keputusan undang-undang mengenai sertifikasi halal yang perlu diselenggarakan oleh pemerintah bukan organisasi masyarakat (ormas). (rmol/zul)