JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dana Rp8,3 triliun yang dicurigai merupakan hasil penipuan investasi online. Dana itu tersimpan dalam 150 rekening milik crazy rich telah dibekukan atau diblokir.
Besarnya dana yang diraup afiliator itu membuat Kepala PPATK Ivan Yustiavandana geleng-geleng kepala. “Angkanya luar biasa massif,” ujarnya.
Sebab, pihak yang terlibat banyak. Jumlah transaksinya juga jumbo serta lintas negara. “Semua sudah terpantau dengan PPATK,” kata Ivan.
Dicurigai, arus keluar-masuk dana di rekening affiliator tersebut berasal dari masyarakat. Menurutnya, penipuan investasi berkedok aplikasi trading ini mirip skema Ponzi.
Pola penipuan ini dilakukan affiliator dengan cara mengajak masyarakat yang bergabung untuk “berinvestasi”. Dana-dana yang dihimpun dari anggota baru itu lalu digunakan untuk menutupi kewajiban kepada anggota lama.
“PPATK lihat dana dari publik tidak untuk transaksi, tapi lebih untuk menguntungkan diri sendiri. Jadi, dalam konteks itu benar ada pencucian uang,” kata Ivan.
Uang yang disetor para investor kemungkinan sudah terpakai. Ivan pesimistis para korban bisa menerima kembali utuh. Lantaran dana yang terkumpul bukan digunakan untuk kepentingan produktif. Tapi untuk kepentingan konsumtif dan foya-foya para affiliator.
“Oleh sebab itu, kami memblokir 150 rekening affiliator yang diduga terafiliasi dengan praktik investasi ilegal,” kata Ivan.
Ditambahkan, rekening rekening affiliator yang diduga tak wajar sampai kemarin masih dalam tahap analisis. Tak tertutup peluang bagi PPATK melimpahkan hasil maupun resmi analisis rekening bermasalah tersebut ke pihak kepolisian.
Sebelumnya jumlah rekening yang diblokir kemungkinan bertambah. Pasalnya, PPATK tak berhenti menelusuri aliran dana hasil kejahatan kerah putih ini.
Setelah memperoleh bukti bahwa rekening-rekening itu digunakan untuk menampung hasil penipuan dan pencucian uang, PPATK akan meneruskannya ke aparat penegak hukum.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendalami modus penipuan investasi berkedok aplikasi ini. Lembaga itu memeriksa lima orang yang diduga terlibat sebagai affiliator.