JAKARTA - Pendeta Saifuddin Ibrahim disebut Menko Polhukam Mahfud MD telah menistakan Islam dengan permintaannya mencabut 300 ayat Alquran. Karenanya, Mahfud MD meminta Polri segera menyelidiki dan menutup akun YouTube milik pendeta tersebut.
Menurut Mahfud, pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat Alquran telah membuat gaduh.
Hal itu ditegaskan Mahfud MD melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam dengan video yang berjudul ‘Tanggapan Menko Polhukam Terkait Pendeta Saifuddin Ibrahim’ yang diunggah, Rabu (16/3) sore. Mahfud MD pun meminta polisi segera menyelidiki kasusnya.
\"Jadi itu meresahkan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat,” kata Mahfud MD.
Dijelaskannya, ada Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1965 yang mengatur Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Mahfud mengatakan UU tersebut bisa dijadikan sebagai dasar untuk memproses Saifuddin.
Dalam ajaran pokok Islam, ungkap Mahfud, Alquran terdiri dari 6.666 ayat, tidak boleh ada yang dikurangi.
“Saya ingatkan UU Nomor 5 Tahun 1969 yang diperbarui dari UU PNPS Nomor 1Tahun 1965 yang dibuat Bung Karno tentang penodaan agama itu mengancam hukuman tidak main-main, lebih dari 5 tahun hukumannya,” katanya.
Mahfud lalu menyebutkan isi dari UU Nomor 5 Tahun 1969 tersebut. “Ajaran pokok dalam Islam itu Al-Qur’an itu ayatnya 6.666, tidak boleh dikurangi. Berapa yang disuruh cabut 3.000 atau 300 itu,” ujarnya.
Mahfud MD menyampaikan mengurangi ayat Al-Qur’an sama dengan melakukan penistaan terhadap Islam. Mahfud MD menyebut berbeda pendapat tak jadi masalah, asalkan pendapat yang dilontarkan tidak menimbulkan kegaduhan.
“300 misalnya itu berarti penistaan terhadap Islam. Apalagi mengatakan konon bahwa Nabi Muhammad itu bermimpi bertemu Allah dan sebagainya. Itu menyimpang dari ajaran pokok,” ucapnya.
“Kita boleh beda pendapat, tetapi jangan menimbulkan kegaduhan. Itu lah sebabnya dulu, karena dulu banyak orang begitu Bung Karno membuat PPNS Nomor 1 Tahun 1965 yang mengancam siapa yang menodai agama,” katanya.
“Jangan dihajar oleh masyarakat tetapi dibawa ke pengadilan. Ini kan masyarakat sekarang sudah mulai berfikir ini orang siapa ini. Jangan. Itu bawa ke pengadilan,” lanjutnya lagi.