JAKARTA - Pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis yang mengimbau masyarakat mengikuti penetapan awal puasa 1 Ramadan 1443 Hijriah versi pemerintah bila ingin aman dunia akhirat direspons Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
MUI sebagai organisasi keagamaan milik publik, ungkap Haedar, seharusnya lebih bijaksana dan tidak melayangkan pernyataan kontroversial bernada penghakiman terkait perbedaan.
\"Nanti, sebelum puasa dimulai malah bisa-bisa sudah batal puasanya, karena mencela dan menghakimi perbedaan ijtihad dengan otoritas keagamaan yang monolitik. Padahal setiap ijtihad hatta yang dilakukan atasnama pemerintah pun terbuka untuk benar atau salah,\" kata Haedar dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Sabtu (2/4).
Haedar menilai perbedaan awal puasa masih akan terus terjadi lantaran Islam belum memiliki kalender tunggal secara global. Muhammadiyah, kata dia, sudah sejak jauh-jauh hari mengusulak kalender global yang disepakati tersebut.
\"Kini yang diperlukan sikap toleran, rendah hati, dan bijaksana dari semua warga muslim dan pemerintah maupun para pihak lainnya. Tidak perlu heboh dan saling menyalahkan, apalagi bikin pernyataan-pernyataan yang menghakimi disertai sikap merasa benar sendiri,\" kata dia.
Sebelumnya, Cholil Nafis membuat pernyataan kontroversi dengan menyebutkan bila ingin selamat dunia akhirat agar mengikuti 1 Ramadan yang ditetapkan oleh pemerintah, Minggu (3/4).
Dalam acara yang disiarkan Metro TV pada Jumat, 2 April 202, dia semula mengajak masyarakat menghargai perbedaan awal puasa 1 Ramadan 1443 Hijriah. Ia menjelaskan pemerintah telah menentukan awal puasa pada, Minggu (3/4), berdasarkan acuan wujudul hilal 2 derajat.
Namun lantaran terdapat perubahan acuan wujudul hilal menjadi 3 derajat, maka penetapan awal puasa versi pemerintah dan Muhamadiyah berbeda. Padahal, jika menggunakan acuan sebelumnya, maka tidak ada perbedaan antara awal puasa versi pemerintah dan Muhammadiyah.
Hanya saja, dalam pernyataan lanjutannya, Cholil Nafis mengimbau apabila tidak yakin, masyarakat diminta mengikuti 1 Ramadan berdasarkan keputusan pemerintah.
\"Kalau mau kita lebih aman dunia dan akhirat ikutlah pemerintah. Ketentuan hakim itu bisa memutus perbedaan antara kita, dan akan bertanggung jawab dunia dan akhirat,\" ujarnya. (fin/zul)