Ribut. Saling interupsi. Ricuh, meski tidak sampai berantem secara fisik. Sidang langsung ditutup.
Pihak oposisi langsung menggugat pimpinan sidang ke Mahkamah Agung. Sikap pimpinan sidang itu dianggap kudeta pada konstitusi
\"Tugas pimpinan sidang adalah memimpin rapat sesuai dengan acara,\" ujar pihak oposisi seperti disiarkan media di Pakistan. \"Pimpinan sidang tidak berhak mengambil putusan seperti itu,\" tambahnya.
Mahkamah Agung segera menyidangkan kasus ini. Sidang dimulai hari ini –bahkan kemarin, hanya sehari setelah peristiwa itu. Kini persoalan pindah ke pengadilan. Setidaknya Imran bisa bernapas. Sambil melakukan gerilya pada anggota koalisi yang membelot. Imran bisa merayu mereka atau, kalau perlu, menggertak mereka.
\"Mereka akan saya maafkan. Dengan sesungguh maaf. Seperti bapak memaafkan anak,\" ujar Imran merayu.
Tapi kepada yang bersikap keras Imran juga keras. \"Mereka itu anak durhaka. Mereka seperti anak yang melawan bapaknya. Moral mereka rusak. Mereka akan seperti anak yang tidak akan bisa dapat jodoh,\" ujar pimpinan partai lainnya.
Bahkan, bisa saja pemerintah menangkap satu atau dua orang dari pembelot itu. Tuduhan bisa dicari, misalnya, korupsi. \"Tidak pernah pemerintah menangkap tokoh oposisi tanpa tuduhan,\" ujar pendukung pemerintah. Sudah banyak oposan yang disatroni pemerintah seperti itu.
Dengan kehilangan suara dua orang saja, mosi tidak percaya itu akan gagal -seandainya Mahkamah Agung memutuskan pemungutan suara harus dilaksanakan.
Skenario lainnya sudah siap: sebelum pemungutan suara, justru parlemen yang sudah dibubarkan. Berarti Imran masih tetap bisa menjadi perdana menteri sampai Pemilu yang baru dilaksanakan -paling lambat 90 hari setelah pembubaran parlemen.
Partai pertama yang keluar dari koalisi adalah Balochistan Muttada Party –satu partai lokal di provinsi miskin Balochistan. Kenaikan harga-harga belakangan ini memang sangat dirasakan di daerah miskin seperti Balochistan. Partai ini punya 7 kursi. Selebihnya dari lima partai kecil yang hanya punya 1 atau 2 kursi.
Awalnya Imran Khan adalah harapan baru bagi Pakistan. Terutama untuk keluar dari persaingan tiada henti antara dua dinasti politik di sana: Bhutto dan Sharif.
Imran memang orang baru di politik. Ia \'\'hanyalah\'\' atlet nasional dari cabang olahraga paling populer di Pakistan: kriket. Di masa Imran jadi pemain nasional Pakistan berhasil menjadi juara dunia. Namanya sangat harum –dengan konsekuensi gosip soal wanitanya juga sangat meriah.
Ia tidak membuat partai baru. Imran justru masuk partai lama, partai tengah, yang menerimanya sebagai pemimpin baru. Sebagian rakyat yang sudah muak dengan persaingan dinasti di sana pindah memilih PTI. Pemilu 2018 pun dimenangkannya. Dapat kursi 155. Untuk Pakistan yang multi partai, menang dengan 155 kursi itu sudah istimewa. Tinggal cari 17 kursi untuk membangun koalisi.