Mahasiswa MTP Unja Belajar Teknopreneurship dari Kebun Hidroponik
Mahasiswa MTP Unja Belajar Teknopreneurship dari Kebun Hidroponik--
JAMBIEKSPRES.CO.ID - Kebun hidroponik yang biasanya identik dengan deretan pipa dan aliran air, Sabtu (13/12) pagi berubah jadi ruang kuliah terbuka. Mahasiswa Program Studi Magister Teknologi Pendidikan (MTP) Universitas Jambi (Unja) mengikuti praktikum Teknopreneurship di Arsy Hidroponik untuk menyaksikan langsung bagaimana kewirausahaan dijalankan dalam rutinitas harian, mulai dari menyemai, menakar nutrisi, menghitung potensi panen, sampai bernegosiasi dengan pasar.
Kegiatan studi lapangan ini berlangsung pukul 08.00–12.00 WIB di Arsy Hidroponik, Telanaipura, Kota Jambi. Setelah kunjungan, agenda dilanjutkan dengan diskusi pelaporan di Anjungan Puisi Jambi.
BACA JUGA:Tim Serigala Kota Jambi Amankan Sejumlah Remaja Kelompok Geng Motor
Praktikum dipandu dosen mata kuliah Teknopreneurship, Dr. Dra. Zurweni, M.Si. Ia mendampingi mahasiswa mengamati langsung pelaksanaan kebun hidroponik sebagai bagian dari pembelajaran, agar teori tidak berhenti di ruang kelas.
Agenda ini juga ditempatkan dalam kerangka visi Unja yang menargetkan diri menjadi “A World Class Entrepreneurship University” dengan fokus agroindustri dan lingkungan. Di dalamnya, kampus mendorong lahirnya lulusan berjiwa wirausaha melalui kurikulum, riset, pengabdian, penguatan kreativitas bisnis, penciptaan startup, hingga kemitraan strategis.
BACA JUGA:Minggu Sore, Gunung Marapi Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 1.200 Meter
Pemilik kebun, Jompi Sariandi, S.Sn., M.Pd., membuka sesi dengan cerita yang terasa dekat bagi generasi yang belajar dari internet. Ia mengisahkan pengalaman memulai usaha, termasuk perbedaan antara gambaran modal awal yang tampak sederhana dan kebutuhan nyata di lapangan yang datang bertahap, hingga biaya awal meningkat. "Perjalanan usaha tidak selalu mulus. Saat tanaman sempat tumbuh bagus, hama dan penyakit datang. Hal seperti ini jangan dibingkai sebagai kisah heroik, tetapi sebagai situasi yang menuntut pilihan realistis. Istilahnya “tanggung basah”, sebuah kalimat yang singkat tapi cukup menggambarkan konsekuensi ketika sudah terlanjur masuk ke pekerjaan," katanya.
BACA JUGA:Tumbangkan Moh Zaki Ubaidillah, Alwi Farhan Sumbang EmasTunggal Putra SEA Games 2025
Mahasiswa kemudian diajak masuk ke aspek teknis yang menentukan hidup-matinya produksi. Kemiringan instalasi, misalnya, bukan urusan estetika. Terlalu miring membuat air cepat lewat, terlalu datar membuat air menggenang dan berisiko merusak akar. Pembahasan berlanjut ke nutrisi. Kadar yang terlalu tinggi bisa membuat selada pahit, sementara kekurangan nutrisi membuat daun menguning dan pertumbuhan melemah.
BACA JUGA:Libur Nataru 2025/2026, Jalan Tol Semarang-Solo Siap Layani Lonjakan Pengguna Jalan
Dari sisi bisnis, Jompi menekankan pentingnya ritme panen. Ia menolak pola panen besar sekali waktu karena persoalan berikutnya sering lebih “mematikan” daripada hama, yaitu pasar yang tidak selalu siap menampung banyak hasil dalam satu waktu. Ia mencontohkan pola empat meja agar proses semai, tanam, hingga panen bisa bergilir dan panen lebih rutin.
Ia juga berbagi gambaran harga jual pada kisaran Rp22.000–Rp25.000 per kilogram, bergantung grade dan saluran. Dalam membaca pasar, ia mengingatkan bahwa komoditas bisa bergerak dengan satuan yang berbeda: selada sering lebih lancar dijual per batang, sedangkan pakcoy dan caisim lazim per kilogram. Ia menyebut adanya permintaan selada dengan bobot sekitar 60 gram per batang, serta permintaan komoditas tertentu yang bisa mencapai delapan kilogram per hari, sehingga kapasitas kecil berisiko memicu keluhan berantai.
BACA JUGA:Jalan Provinsi Jambi di Perbatasan Sumbar Terancam Putus
Soal promosi, Jompi memilih jalur “bukti”. Ia menilai menawarkan rencana produksi ke hotel atau restoran kerap mentok pada pertanyaan sederhana, “Produknya mana?” Karena itu ia memutuskan membangun kebun terlebih dulu, lalu menjadikan panen awal sebagai momen sosial: warga dipersilakan memetik, kegiatan dipublikasikan lewat kanal media sosial, dan jejaring lokal juga diajak hadir agar informasi menyebar. “Orang sekarang butuh bukti nyata,” sebunya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


