Kritik yang Tak Pernah Usai pada Gubernur Al Haris, Digitalisasi dan Masa Depan Ekonomi Jambi
Mukhtadi Putranusa--
Oleh: Mukhtadi Putranusa
BELAKANGAN INI, Gubernur Jambi Al Haris seolah tak pernah lepas dari sorotan tajam. Apapun langkah yang diambil, selalu ada pengamat, penulis, bahkan media sosial yang menjadikannya bahan kritik. Mulai dari pembangunan Islamic Center, pembangunan stadion Swarna Bhumi, kebijakan mendorong investasi, hingga program digitalisasi pun dipersoalkan.
Kritik tentu perlu, bahkan penting dalam demokrasi. Namun, ketika setiap kebijakan hanya dilihat dari sisi negatif tanpa menimbang manfaat jangka panjang, kritik bisa berubah menjadi kontraproduktif.
BACA JUGA:TPID Jambi Sebar Cabai 15 Ton Guna Kendalikan Laju Inflasi September
Pembangunan Islamic Center, misalnya, bukan sekadar proyek fisik, melainkan upaya menghadirkan pusat peradaban dan kegiatan umat yang memperkuat identitas kultural-religius Jambi. Begitu pula stadion Swarna Bhumi yang bukan hanya arena olahraga, tetapi juga peluang event besar, geliat ekonomi kreatif, hingga prestasi olahraga daerah.
BACA JUGA:Legislator Jambi Apresiasi Rencana Menkeu Bahas Dana Salur Daerah
Al Haris juga sering dikritik karena mendorong investasi. Padahal, tanpa investor, mustahil pembangunan daerah bergerak cepat. Infrastruktur, lapangan kerja, hingga peningkatan PAD membutuhkan kehadiran modal besar. Tugas pemerintah adalah memberi ruang aman dan regulasi sehat agar investasi memberi manfaat bagi masyarakat.
BACA JUGA:Pemkab Simeulue Tanam Padi Gunakan Alat Modern
Di era serba digital, langkah Gubernur memperkenalkan program digitalisasi juga dipandang sinis. Padahal, ini bukan gaya-gayaan, melainkan kebutuhan. Dunia kerja, pelayanan publik, hingga perekonomian sudah bergeser ke arah digital. Jika Jambi tidak ikut beradaptasi, maka akan tertinggal jauh dari provinsi lain.
BACA JUGA:Wamenaker Harap Pelaksanaan Libur Nasional-Cuti Bersama 2026 Lancar
Sebagian kalangan berpendapat bahwa digitalisasi hanyalah instrumen pendukung, bukan motor utama pertumbuhan ekonomi Jambi. Argumennya, pertumbuhan ekonomi Jambi triwulan II 2025 yang hanya 4,99% masih ditopang sektor pertambangan. Digitalisasi perbankan dan transaksi non-tunai dinilai belum berkontribusi signifikan pada penciptaan nilai tambah riil di sektor produktif seperti industri, pertanian, dan manufaktur.
Literatur ekonomi pembangunan juga menyebutkan, digitalisasi baru optimal jika diiringi peningkatan kapasitas SDM, infrastruktur digital yang merata, serta regulasi yang melindungi UMKM dari dominasi platform besar (Brynjolfsson & McAfee, 2014). Tanpa itu, digitalisasi berpotensi memperlebar kesenjangan karena hanya dinikmati masyarakat urban, sementara warga pedesaan masih terkendala akses internet, literasi digital, dan modal usaha.
BACA JUGA:Polres Tangsel Ungkap Pabrik Tembakau Sintetis 21 KG
Bahkan, penggunaan QRIS dan pembayaran digital dinilai lebih banyak untuk transaksi konsumtif. Jika fokusnya hanya konsumsi, efek multiplier terhadap ekonomi daerah memang terbatas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



